SUMBER AJARAN ISLAM: Al-QUR'AN


Oleh:
Agus Miswanto


Al-qur’an secara bahasa terambil dari kata qa-ra-’a – qira’ah yang artinya bacaan atau yang dibaca. Al-Qur’an adalah masdar isim maful (maqru’) yang artinya dibaca. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa al-qur’an: (1)Nama resmi bagi firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw (Imam Syafi’I), (2) Dari kata qarain – qarinah yang artinya satu dengan yang lain saling melengkapi dan beriring-iringan (al-Farra’), (3)Dari kata qarana yang artinya menggabungkan sesuatu dengan yang lain (Al-Asy’ari), (4)Dari kata qari yang artinya mengumpulkan (Az-Zajjaj), (5) Dari kata qira’ah yang artinya bacaan (al-Lihyani), (6) Dari kata kiryani atau karyani yang artinya yang dibacakan (bahasa Ibrani).

Secara Istilah al-Qur’an didefinisikan sebagai berikut: 

اَلْقُرْاَنُ هُوَ كَلَامُ اللهِ ِباللَّفْظِ اْلعَرَبِيِّ اْلمُعْجِزُ اْلمُنَزَّلُ عَلَي النَّبِيّ صَلَي اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اَلْمَكْتُوْبُ فِي اْلمَصَاحِفِ اْلمَنْقُوْلُ عَنْهُ بِالتَّوَاتُرِ اْلمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ اْلمَبْدُوْءُ بِسُوْرَةِ اْلفَاتِحَةِ اْلمُخْتَتَمُ بِسُوْرَةِ النَّاسِ
Al-Qur’an adalah [1]Firman Allah [2]yang berlafal bahasa Arab [3]yang mengandung mukjizat [4]diturunkan kepada Nabi saw [5]yang tertulis di dalam mushaf, [6]yang ditransmisikan secara mutawatir, [7]dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya, [8]dan dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-Nas.

Dari definisi di atas sebuah kitab atau mushaf bisa dikatakan sebagai al-Qur’an manakala memenuhi delapan syarat, yaitu:

a) Firman Allah,

Artinya bahwa kitab suci Al-Qur’an merupakan kumpulan firman-firman Allah yang diformulasikan oleh Allah swt sendiri baik makna maupun teksnya. Sementara Nabi SAW sekedar menerima, tanpa memformulasikan ulang. Ini sekaligus memberikan penegasan untuk membedakan antara hadis dan al-Qur’an. Hadis walaupun kandungan maknanya berasal dari Allah, tetapi formulasi verbalnya berasal dari kreatifitas nabi. Sementara al-Qur’an baik makna maupun formulasi verbalnya sepenuhnya berasal dari Allah swt, nabi sekedar menerima jadi (taken for granted) apa yang diturunkanya kepadanya.

b) Berlafal bahasa arab.

Artinya bahwa al-Qur’an itu disebut sebagai al-qur’an manakala berlafalkan bahasa Arab, bukan bahasa lainya. Ini sekaligus untuk membedakan antara al-Qur’an dan terjemah al-qur’an atau tafsir al-qur’an. Sekalipun terjemah al-qur’an sangat sempurna dalam penyalinan makna al-Quran dalam bahasa lain, tidak bisa dan tidak boleh disebut sebagai al-Qur’an sendiri. Karena penerjemahan walaupun sangat sempurna tidak bisa mewakili makna dan kandungan al-Qur’an secara keseluruhan. Karena penerjemahan sudah tidak lagi murni, akan tetapi peran akal manusia sangat dominan. Sehingga seringkali penerjemahan antara satu orang dengan orang lain, atau satu masa dengan masa yang lain seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu terjemahan atau yang lainya tidak bisa dan tidak boleh disebut sebagai al-Qur’an itu sendiri. Ini dilakukan dalam rangka untuk menjaga otentisitas al-Qur’an dari dahulu sampai akhir zaman.

c)Mengandung mukjizat.

Mukjizat al-Qur’an tidak diragukan lagi. Dari susunan huruf, kata, kalimat, ayat, maupun surat semuanya mengandung keistimewaan yang tidak dimiliki oleh buku-buku karangan manusia. Demikian juga dari segi makna, isyarat-isyarat ilmiah, dan pembacaan telah begitu banyak melahirkan kekaguman, pencerahan, karya dan peradaban manusia dari periode ke periode.

d) Diturunkan kepada nabi saw.

Ini sekaligus untuk membedakan dengan kitab-kitab suci lainya. Bahwa kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah al-Qur’an. Sementara kitab-kitab lain yang diturunkan kepada selain nabi Muhammad bukan disebut al-Qur’an. Sehingga al-Qur’an merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut secara khusus kitab suci yang telah diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW.

e) Tertulis di dalam mushaf.

Ini artinya bahwa al-Qur’an itu disebut sebagai al-Qur’an, karena tertulis atau ditulis dalam mushaf, tidak sekedar dihafal dalam otak manusia dalam bentuk cerita, dongeng atau tutur tinular, dari mulut ke mulut. Al-Qur’an itu ditulis dari generasi pertama hingga sampai saat ini, dan akan terus berlangsung sampai akhir zaman. Transmisi al-Qur’an disamping mengandalkan tradisi oral (lisan) yang sudah terbentuk dari generasi awal Islam juga dipandu oleh tradisi tulis al-Qur’an, sehingga keduanya saling melengkapi dan memperkuat otentisitas al-Qur’an hingga sampai saat ini.

f) Ditransmisikan secara mutawatir.

Mutawatir adalah diriwayatkan dari orang banyak kepada orang yang banyak pula dan seterusnya, sehingga tidak dimungkinkan terjadinya kebohongan, pemalsuan, ataupun kesalahan dalam transmisi.

g) Dianggap sebagai ibadah bagi yang membacanya.

Artinya pembacaan al-Qur’an yang berbahasa Arab tersebut mempunyai nilai ta’abudi (ibadah), walaupun tidak memahami isi kandunganya.

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم َ حَرْفٌ ٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ ».قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

Nabi SAW bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim adalah satu huruf, melainkan alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR Tirmiziy: 3158)

h) Dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas.

Susunan surah dan ayat al-qur’an didasarkan pada tauqifi (ketetapan dan petunjuk dari Nabi SAW langsung) yang dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas. Sehingga susunan selain ini, dianggap sebagai tafsir al-Qur’an bukan al-qur’an itu sendiri. Seperti Susunan al-Qur’an yang didasarkan pada kronologi turunya al-Qur’an, tidak diangap sebagai al-Qur’an, tetapi tafsir al-Qur’an.

Sementara dalam konteks pemahaman al-qur’an, Majelis tarjih Muhammadiyah merekomendasikan enam prinsip penafsiran al-qur’an yang khas Muhammadiyah. Dan prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menghindari bid’ah apapun dalam tafsir yang berkaitan dengan aqidah (nafyu ayyati bid’atin fi at-tafsir al-muta’allaq bi al-‘Aqidah)

b. Menerapkan prinsip maslahah dalam tafsir yang berkaitan dengan muamalah (tatbiq mabda’ al-maslahah fi at-tafsir al-muta’allaq bi al-muamalah)

c. Mendahulukan tafsir bil-maksur dari pada tafsir bir-rakyi (taqdim at-tafsir bi al-maksur ‘ala at-tafsir bi al-ra’yi)

d. Menggunakan tafsir jama’i (isti’mal al-tafsir al-jama’i).

e. Membuka adanya kritik positif atau yang lebih positif terhadap tafsir (al-tafsir maftuh li ayyi naqdin sahih au assah)

f. Menggunakan riwayat qat’i dengan tafsir yang berkaitan dengan aqidah (al-akhdzu bi ar-riwayah al-qat’iyyah fi at-tafsir al-muta’allaq bi al-‘aqidah)

No comments: