TARIKH TASYRI': KAJIAN DEFINISI, OBJEK, PERIODESASI, DAN MANFAAT


Oleh:
Agus Miswanto, MA
[Peminat Kajian Hukum Islam]



A.     Pengertian

Tarikh jamaknya tawarikh, artinya adalah penaggalan, catatan tentang perhitungan tanggal, hari, bulan dan tahun. Lebih populer dan sederhana diartikan sebagai sejarah atau riwayat.[1] Menurut Dr. Muhammad Ali as-sayis, tasyri’ adalah adalah menetapkan syariat, menjelaskan hokum-hukum, dan membuat perundang-undangan. Dengan demikian, Ali as-Sayis bahwa tasyri al-Islami hanya terjadi pada zaman rasulullah SAW. Karena otoritas pembuat syariat ada ditangan beliau dimana beliau mendapatkan wahyu dari Allah. Sementara orang-orang setelahnya adalah hanya sebagai penafsir dari aturan-aturan syariat yang sudah ada pada zaman rasul.[2]

Sedangkan pengertian tarikh tasyri' menurut Ali As Sayis adalah Ilmu yang membahas keadaan hukum pada zaman Rasul dan sesudahnya dengan uraian dan periodesasi yang padanya hukum itu berkembang, serta membahas ciri-ciri spesifikasinya keadaan fuqoha dan mujtahid dalam merumuskan hukum itu.[3] Dengan demikian secara sederhana Tarikh Tasyri' adalah sejarah penetapan hukum Islam yang dimulai dari zaman Nabi sampai sekarang.


B.     Ruang lingkup dan Objek Kajian

Ruang lingkup tarikh tasyri' yakni terbatas pada keadaan perundang-undangan Islam dari zaman ke zaman yang dimulai dari zaman Nabi saw sampai zaman berikutnya, yang ditinjau dari sudut pertumbuhan perundang-undangan Islam, termasuk didalamnya hal-hal yang menghambat dan mendukungnya serta biografi sarjana-sarjana fiqh yang banyak mengarahkan pemikirannya dalam upaya menetapkan perundang-undangan Islam. Kamil Musa dalam al-madhkal ila tarikh at-Tasyri' al-Islami, mengatakan bahwa Tarikh Tasyri' tidak terbatas pada sejarah pembentukan al Qur'an dan As Sunnah. Ia juga mencakup pemikiran, gagasan dan ijtihad ulama pada waktu atau kurun tertentu.

Adapun pembahasan Tarikh Tasyri’ meliputi: 1. Periodisasi hukum; 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan ciri-ciri spesifikasinya; 3. Fuqoha dan mujtahid; 4. Pemikiran para mujtahid serta sistem pemikiran yang dipakai atau sistem istinbath. Sementara dilihat dari sisi materi, kajian Tarikh Tasyri' membatasi diri pada materi-materi hokum Islam yang menyangkut hal-hal sebagai beriku: 1.   Ibadah bagian ini membicarakan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya (ahkamul ibadat); 2.   Hukum keluarga (ahkamul ‘ailah); 3.   Hukum privaat (ahkamul muamalah); 4.   Hukum Pidana (ahkamul uqubat wal jinaiyyah); 5.   Politik Kenegaraan (Siyasah Syar'iyyah); 6.   Hukum Internasional (Siayasah al-dualiyyah).

C.     Periodesasi Tarikh tasyri’

Tarikh tasyri, dilihat dari sisi pembabakan dalam sejarah dapat dibedakan dalam beberapa periode. Hanya saja di antara para pakar dan ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Syaikh Muhammad al-Khudhari, misalnya membagi pembabakan tarikh tasyri dalam 6 (enam) periode, yaitu:[1]

1.      Tasyri pada era Nabi SAW
2.      Tasyi pada era sahabat besar, yaitu pada era khulafa ar-rasyidin.
3.      Tasyri pada era sahabat kecil, yaitu pasca khulafa ar-rasyidin hingga selesainya abad pertama hijrah.
4.      Tasyri pada era dimana fiqh menjadi suatu ilmu yang mandiri, dan munculnya ulama-ulama besar dalam bidang fiqh. Periode ini diawali dari abad kedua hijrah hingga sampai berakhirnya abad ketiga hijrah.
5.      Tasyri pada periode dimana persoalan-persoalan fiqh menjadi semakin kompleks dan memunculkan beragam wacana dan dialektika di kalangan ulama. Periode berakkhir ketika pemerintahan Abbasiyah di Bagdad berakhir, kemudian kekuasaan Islam  berubah di tanggan raja-raja kecil.
6.      Tasryri pada periode taklid, yaitu periode berakhirnya pemerintahan abbasiyah hingga sekarang. 
Pembahakan di atas, juga diamini oleh beberapa ulama di antaranya adalah Dr. Muhammad Ali as-sayis, dalam bukunya Tarikh al-Fiqh al-islami.[2]  Sementara Dr, Mun’in assiriy dalam bukunya sejarah fiqh islam, melakukan pembabakan sampai tujuh periode, yaitu:[3]
  1. Periode Rosul, yaitu periode insya’ dan takwin (pertumbuhan dan pembentukan), berlangsung dari tahun 610 M-632 M
  2. Periode Sahabat besar, yaitu periode khulafa ar-rasyidin.
  3. Periode sahabat kecil, yaitu pasca khulafa ar-rasyidin hingga berakhirnya abad pertama Hijriah.
  4. Periode Tabi’in
  5. Periode Periode Keemasan Fiqh
  6. Periode Taklid atau kemunduran
  7. Periode Kebangkitan Kembali

D.    Tujuan dan Manfaat Mempelajari Tarikh Tasyri'

Tujuannya adalah untuk mengetahui latar belakang munculnya suatu hukum atau sebab-sebab ditetapkannya suatu hukum syari'at, dalam hal ini penetapan hukum atas suatu masalah yang terjadi pada periode Rasulullah saw adalah tidak sama atau memungkinkan adanya perbedaan dengan periode-periode setelahnya, untuk mengetahui dan mampu memaparkan sejarah perkembangan hukum dari periode Rasulullah saw sampai sekarang, dalam rangka meningkatkan pengetahuan terhadap hukum Islam, agar membangkitkan dan menghidupkan kembali semangat kita dalam mempelajari tarikh tasyri' dan agar kita mampu memahami perkembangan syari'at Islam.

Sementara, dilihat dari sisi manfaat dan kegunaan, mempelajari tarikh tasyri dapat berkontribusi dalam beberapa hal, yaitu:
1)      mengetahui latar belakang pembentukan Hukum islam menjadi penting agar kita tidak keliru dalam memahami hukum islam.
2)      mempelajari perkembangan fiqih atau fatwa berarti mempelajari pemikiran ulama yang telah melakukan ijtihad dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
3)      Mempelajari produk ulama dan ijtihadanya, merupakan upaya konstruktif dalam memahami produk pemikiran dan pola yang di kembangkannya.
4)      mempelajari sejarah hukum islam, paling tidak adalah dapat melahirkan sikap toleran, dan dapat mewarisi pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya dan mengembangkan gagasannya.


[1] Agus Miswanto, MA (ed), Pranata Sosial Islam, (Magelang: P3SI, 2012), h. 231.
[2] Dr. Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Fiqh Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2003), h.6
[3] Dr. Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Fiqh Islam, h.8.
[4] Al-Syaikh Muhammad al-Khudhary, Tarikh Tasyri’ al-Islamiy, (Indonesia: dar ihya al-Kutub al-‘arabiyah, 1981), h. 4.
[5] Lihat Dr. Muhammad Ali as-Sayis, Sejarah Fiqh Islam, h.  1-3.
[6] Mun’in asiriy, Sejarah Fiqh Islam, (Jakarta: Rasalah Gusti, 1998), h.10.

No comments: