Agus Miswanto, MA
KAIDAH PERTAMA:
الاجتهاد لا ينقض بالاجتهاد
“IJTIHAD
TIDAK BATAL OLEH IJTIHAD LAIN”
Kaidah ini mengandung pengertian bahwa suatu ijtihad tidak
membatalkan ijtihad lainya. Dengan pengertian yang lain, bahwa ijtihad yang
belakangan tidak pula membatalkan ijtihad yang lebih dahulu. Karena ijtihad
yang belakangan belum tentu lebih kuat dari ijtihad yang lebih dahulu. Demikian
juga sebaliknya. Kecuali kalau ijtihad-ijtihad tersebut telah dilakukan penelitian
yang mendalam kemudian dilihat secara objektif berbagai dalil yang ada kemudian
dibandingkan. Dari studi tersebut kemudian disimpulkan ternyata dalil-dalil
yang ada di ijtihad A lebih unggul dibandingankan dengan ijtihad B, maka dengan
hasil yang demikian maka tentu yang dipakai adalah ijtihad A yang memiliki dalil-dalil
yang lebih rajih (kuat), tidak sebaliknya. Dan meninggalkan ijtihad yang dalil-dalilnya marjuh (lemah).
KAIDAH KEDUA:
اذا اجتمع الحلال و الحرام
غلب الحرام
“APABILA
KETENTUAN HALAL DAN HARAM BERKUMPUL, MAKA YANG DIMENANGKAN ADALAH KETENTUAN
YANG HARAM”.
Kaidah ini mengandung pengertian bahwa apabila terdapat dua hukum
dalam suatu hal, yaitu hukum halal dan haram, maka yang haram didahulukan untuk
diambil. Hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk ihtiyath (hati-hati). Dengan
mengambil ketentuan hukum yang haram dengan menghidari perbuatan itu, menjaga
manusia untuk terjebak masuk dalam hal yang diharamkam. Sebagai contoh tentang
status hukum daging anjing. Jumhur berpendapat bahwa daging anjing adalah haram
berdasarkan ketentuan bahwa air liurnya adalah najis. Kenajisan air liur anjing itu menunjukan
ketidak bolehan untuk memakan dagaingnya. Sementara sebagian ulama lainya
seperti halnya imam Malik berpendapat bahwa daging anjing adalah halal. Ini
berdasarkan argument bahwa yang haram adalah air liurnya, bukan dalam hal
memakan dagingnya. Berdasarkan kaidah di atas maka ketentuan hukum daging
anjing adalah diambil yang haram. Hal ini mengingat bahwa ketentuan yang haram
lebih diutamakan daripada yang halal dalam rangka untuk ihtiyath (hati-hati).
KAIDAH KETIGA:
الاثار بالعبادات مكروه و
بالدنيا محبوب
“BERLEBIH-LEBIHAN
DALAM IBADAH DIHUKUMI MAKRUH, SEMENTARA BERLEBIHAN DALAM HAL DUNIA DIANJURKAN”
Kaidah ini memberikan suatu pengertian bahwa ibadah dilakukan
sewajarnya sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Berlebih-lebihan
di dalam ibadah justru dibenci (makruh), karena berlebihan di dalam aktivitas
ibadah dapat melaliakan seseorang dalam tanggung jawabnya sebagai khalifah
Allah di bumi. Oleh karena pelaksanaan ibadah harus bersifat wasatiyyah
(sederhana) dan hanya berpegangan kepada apa yang pernah dilakukan oleh Nabi
SAW, dan tidak keluar dari apa yang pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Sementara itu
berlebihan dalam konteks duniawi justru dianjurkan karena dunia adalah merupaka
sarana perbuatan baik bagi manusia. Aktivitas dunia adalah amalan-amalan nyata
dalam hubunganya dengan sesama umat manusia ataupun yang lainya, merupakan
perbuatan yang dianjurkan oleh Allah SWT. Bahkan Imam al-ghazali mengatakan
bahwa dunia adalah ladang untuk kehidupan akhirat. Artinya, bahwa seseorang
semakin banyak beramal untuk konteks hidup duniawi, maka ia dipandang semakin
baik.
REFERENSI:
Abdul Hamid Hakim, as-Sulam, Jakarta: Penerbit Sa'adiyah Putra, 1927.
No comments:
Post a Comment