KEHIDUPAN NABI SAW SAAT KECIL HINGGA AWAL KENABIAN


Agus Miswanto
(Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kab Magelang)
Disampaikan pada pengajian Ahad pagi PCM Kajoran pada 08 Desember 2019, di Masjid al-Jihad SMP Muhammadiyah Sambak, Kajoran.

QS al-Dhuha: 1-11
وَالضُّحَىٰ ﴿١﴾ وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ ﴿٢﴾ مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ ﴿٣﴾ وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَّكَ مِنَ الْأُولَىٰ ﴿٤﴾ وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ ﴿٥﴾ أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَىٰ ﴿٦﴾ وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَىٰ ﴿٧﴾ وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَىٰ ﴿٨﴾ فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ ﴿٩﴾ وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ ﴿١٠﴾ وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴿١١﴾
Demi waktu matahari sepenggalahan naik, (1) dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), (2) Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (3) Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). (4) Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. (5) Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? (6) Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. (7) Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. (8) Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. (9) Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. (10) Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan. (11)

A.    WAKTU YANG BERMAKNA
Allah SWT bersumpah dengan waktu pagi dan malam yang menunjukan bahwa waktu merupakan sesuatu yang penting dan bernilai bagi kehidupan manusia. Dalam QS al-naba’ [78]: 10-11, Allah menerangkan bahwa siang menunjukan aktivitas kehidupan (معاشا), sementara malam mrupakan waktu untuk istirahat dan munajat kepada Allah SWT (لباسا). Siang merupakan symbol terang, cahaya, dan dinamika, sementara malam merupakan symbol kegelapan, ketidaktahuan, dan statis (istirahat). Perbedaan dua waktu siang dan malam yang disebut secara bersamaan menunjukan bahwa kehidupan itu senantiasa silih berganti, dan warna kehidupan juga beragam; ada yang mendapat cahaya dan ada yang mengalami kegelapan. Allah SWT memberitahukan kepada Nabi SAW tentang tantangan dakwah yang beragam, ada yang menerima dengan baik yang disimbolkan dengan waktu pagi yang cerah, dan juga ada yang menolak yang disimbolkan dengan malam yang gelap.
Walaupun dakwah yang dilakukan oleh Nabi akan mendapatkan tantangan yang beragam, tetapi Allah SWT akan terus membersamai Nabi, tidak akan sekali-kali meninggalkanya, apalagi membencinya. Wahyu yang terputus beberapa saat, tidak menyapa nabi, bukan berarti Allah SWT telah meninggalkan Nabi SAW, tetapi memberikan kesempatan kepada nabi untuk terus merenungkan tugas dakwah yang akan diembanya kedepan. Dan tugas dakwah itu adalah mengigatkan kepada manusia bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik dari kehidupan dunia. Karena kehidupan akhirat merupakan dan tempat tinggal akhir bagai manusia, sementara dunia hanyalah kehidupan transit yang bersifat sementara. Oleh karena itu ketika manusia mengutamakan akhirat, Allah SWT akan memberikan anugerah nikmat dan ridha-Nya.  

B.    NABI YANG YATIM
Husain Haekal menceritakan dalam bukunya, Hayatu Muhammad, bahwa Nabi SAW ditinggal ayahnya ketika beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahab. Setelah lahir beliau di dalam asuhan Halimah, seorang wanita badui yang sangat baik merawat beliau, hingga umur 5 tahun. Dalam pengasuhan Halimah inilah, nabi SAW mendapatkan basyarat (tanda kenabian) pertamanya dimana beliau mengalami pembedahan dada untuk pembersihan ruhani oleh Malaikat Jibril (QS al-Insyirah [94]: 1). Peristiwa yang kemudian membuat khawatir Halimah yang kemudian mengantarkan beliau kembali ke pangkuan Ibundanya. Kemudian diasuh oleh ibunya sampai umur 6 tahun, yang kemudian meniggal pada saat pulang ziarah dari Madinah. Kemudian nabi SAW diasuh oleh Kakeknya, Abdul Muthalib sampai umur 8 tahun. Setelah kakeknya meninggal kemudian pengasuhan diteruskan oleh pamanya, Abu Thalib. Dibawah asuhan Abu Thalib inilah Nabi SAW banyak belajar sebagai pengembala kambing dan berdagang (QS Quraisy [106]: 1-4). Pengembalaan kambing dilakukan untuk keluarganya maupun milik penduduk Mekah, sementara berdagang dilakukan dengan pamanya ke Syam dari mulai berumur 12 tahun, kemudian berdagang  dengan jalan syirkah (berkongsi) dengan Khadijah ketika berumur sekitar 23 tahunan.
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلَّا رَعَى الْغَنَمَ فَقَالَ أَصْحَابُهُ وَأَنْتَ فَقَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لِأَهْلِ مَكَّةَ (رواه البخاري)
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi melaikan dia mengembalalan kambing.” Para sahabat bertanya, “Termasuk engkau juga?” Maka nabi Muhammad menjawab, “Ya, aku pun mengembalakanya dengan upah beberapa qirat (keping dinar) milik penduduk Makkah.” (H.R Bukhori)
Said Ramadhan al-Buthi, dalam bukunya Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah, menyebutkan ada tiga hikmah dan pelajaran di balik profesi yang digeluti Nabi Muhammad SAW yang secara tidak langsung turut membentu kepribadian dan cara berpikir beliau; Pertama, berdagang dan menggembala melatih karakter Nabi Muhammad SAW. Dalam menggembala dan berdagang Nabi Muhammad SAW melatih kesabarannya, kejujurannya dan komitmennya terhadap tanggung jawab yang dipikulnya. Kedua, pasar dan gembala adalah miniatur kehidupan tempat Nabi Muhammad berlatih menghadapi ragam karakter manusia. Ketika menggembala, Nabi Muhammad mengurusi kambing dan sapi; dua mahluk yang tidak memiliki akal sebagaimana manusia dan melatih dirinya untuk bisa mengatur serta mengarahkan mereka. Di dalam berdagang, di pasar dan tempat-tempat lainnya, Nabi Muhammad SAW menyaksikan tabiat, kebiasaan dan ragam kepribadian manusia. Pengetahuan tentang sifat asli manusia kelak membantu Nabi Muhammad dalam merumuskan satu metode dakwah yang tepat.

C.    KETERCUKUPAN DAN BIMBINGAN
Nabi SAW dilahirkan dari keluarga yang sederhana, tetapi mulia di mata orang-orang Quraisy. Dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain, Abdullah bin Abdul Muthalib ayahanda Nabi SAW, merupakan orang yang tidak berpunya. Tetapi ditengah keterbatasan itu, Allah SWT mencukupkan dan memuliakan Nabi SAW. Bahkan kehadiran Nabi SAW menjadi berkah bagi keluarga dimana Nabi tinggal. Saat disusukan ke Halimah, keluarga ini mendapatkan limpahan rizki yang terus mengalir, demkian halnya pamanya, Abu Thalib.
Dalam episode kehidupan beliau, Nabi SAW sempat mengalami kebingungan (dhall) yang disebabkan oleh beberapa hal. Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, menceritakan beberapa peristiwa yang menjadikannya Nabi SAW sempat mengalami kebingungan, pertama: Nabi pernah tersesat di lereng-lereng pengungungan Mekah saat mengembalakan kambing pada waktu masih kecil. Dengan kecerdasan yang beliau miliki, nabi SAW dapat pulang kembali ke rumahnya dengan selamat. Kedua: Nabi SAW pernah tersesat jalan bersama pamannya saat dalam perjalanan menuju Syam untuk berniaga. Imam al-Baghawi dalam tafsirnya ma’alim al-tanzil, menceritakan bahwa pada saat mengendarai unta di tengah malam yang gelap, jalan Nabi SAW digangu oleh Iblis sehingga perjalanannya tidak lagi pada jalur yang benar. Pada saat itulah, Nabi SAW diberikan pertolongan oleh Allah SWT dengan dikirimya malaikat Jibril untuk meniup Iblis yang mengganggu jalan nabi itu, sehingga Iblis terpental sampai ke negeri Habasyah. Ketiga: Nabi SAW mengalami kebingungan terkait dengan kondisi umat yang melakukan penyembahan kepada berhala, yaitu tuhan-tuhan palsu. Kemudian Allah SWT memberikan penerangan ruhani berupa wahyu.
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿٥٢﴾
Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (QS al-Syura[42]:52)  

D.    TAHADUTS BI AL-NI’MAH: MENOLONG ANAK YATIM DAN ORANG MISKIN
Nikmat allah SWT yang besar berupa wahyu, agama Allah SWT lurus berpihak pada orang-orang yang lemah yang tidak memiliki akses ekonomi, social, politik. Anak-anak yatim dan fakir miskin merupakan kelompok orang yang harus mendapatkan pengawalan sehingga mereka nantinya bisa hidup mandiri dan dapat menunaikan kewajiban agamanya dengan sempurna. Di dalam QS al-Fajr: 17 Allah akan memberikan azab kepada orang yang tidak memuliakan anak yatim. Dalam QS al-An’am: 152 dan QS al-Isra: 34, Allah melarang menggangu harta benda anak-anak yatim. Sementara dalam QS al-Dhuha: 9 Allah melarang perbuatan sewenang-wenang, dan Dalam QS al-Ma’un: 2 Allah mencela orang yang menghardik anak yatim.
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ ﴿البقرة: ١٧٧﴾
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.  (QS AlBaqarah: 177)

KEMENANGAN DENGAN PERTOLONGAN ALLAH SWT: KISAH AKHIR PERJUANGAN RASUL


Ustadz Agus Miswanto, MA
(Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kab Magelang)
Disampaikan pada pengajian Ahad pagi PCM Kajoran pada 01 Dsember 2019, di Masjid al-Jihad SMP Muhammadiyah Sambak, Kajoran.


QS al-Nashr: 1-3
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ ﴿١﴾ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا ﴿٢﴾ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا ﴿٣﴾
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, (1) dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, (2) maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. (3)

1)       Pendahuluan
Al-Nashr merupakan surat terpendek, surat madaniyah tetapi diturunkan di Mekah, yang menurut Ibn Abbas merupakan surat terakhir diturunkan oleh Allah SWT pada pertengahan hari-hari tasyriq haji wada’. Ibn Umar menceritakan bahwa surat ini turun di mina ketika Nabi SAW mengerjakan hajji wada’, sesudah itu turun firman Allah SWT QS al-Maidaih [5]: 3. Nabi hidup 80 hari setelah ayat ini turun, kemudian turun ayat kalalah, dan sisa umur hidup nabi SAW 50 hari kemudian. Kemudian turun firman Allah SWT QS al-Taubah [9]: 128, maka sisa hidup Nabi SAW 35 hari. Kemudian turun Firman Allah SWT QS al-Baqarah [2]: 281, maka sisa hidup Nabi SAW sesudahnya hanya 20 hari.

2)    Tanda Ajal Rasulullah SAW Sudah Dekat
Ketika turun ayat ini, banyak sahabat yang tidak bisa menangkap rahasia di dalam balik ayat tersebut, hanya beberapa sahabat yang memiliki kecerdasan spiritual yang mampu dan memahami kandungan ayat tersebut, diantara sahabat tersebut adalah Ibn Abbas RA. Salah seorang sahabat nabi yang pernah didoakan oleh nabi SAW saat masih kecil untuk menjadi orang yang faham dalam agama. Doa beliau adalah :Allahumma faqih-hu fi-ddin (Ya Allah jadikanlah dia (Ibn Abbas) orang yang pakar/faham dalam bidang agama (HR Bukhari dan Muslim). Syaikh Utsaimin dalam tafsirnya, Tafsir Juz Amma, menjelaskan bahwa ketika turun surat ini banyak orang mendekat dan bertanya kepada Ibn Abbas RA. Maka suatu ketika Umar, dan para sahabat besar muhajirin dan ansor berkumpul bersama untuk mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh Ibn Abbas RA. Ibn Abbas bertanya kepada para sahabat: “apa yang kalian fahami dari ayat ini? Sebagian sahabat hanya menagkap makna lahir dari surat tersebut, mereka menjawab: “kami diperintahkan untuk bertahmid dan beristigfar, ketika kami mendapatkan kemenangan; sementara sebagaian yang lain menjawab: “kami tidak tahu”; sementara yang lainnya lagi hanya terdiam saja. Kemudian Umar RA bertanya kepada Ibn Abbas: “Wahai Ibn Abbas apa tafsirmu? Ibn Abbas Menjawab:” Wahai amirul mu’minin, itu adalah tanda ajalnya Rasulullah SAW, yang mana Allah SWT memberitahukan kepada banginda Nabi SAW.” Kemudian umar berkata: “Demi Allah Sungguh aku tidak tahu, kecuali apa yang telah engkau informasikan itu”.
Berdasarkan beberapa hadis, bahwa pengetahuan Ibn Abbas sesungguhnya berdasarkan informasi langsung dari Rasulullah yang disampaikan kepada Fatimah RA.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَلَمَّا نَزَلَتْ ] إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ} [النصر: 1دَعَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاطِمَةَ فَقَالَ: «إِنَّهُ قَدْ نُعِيَتْ إِلَيَّ نَفْسِي» فَبَكَتْ فَقَالَ لَهَا: «لَا تَبْكِي فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لَاحِقٌ بِي» فَضَحِكَتْ فَرَآهَا بَعْضُ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَهَا: رَأَيْتُكِ بَكَيْتِ وضَحِكْتِ، قَالَتْإِنَّهُ قَالَ لِي: «قَدْ نُعِيَتْ إِلَيَّ نَفْسِي» فَبَكَيْتُ، فَقَالَ: «§لَا تَبْكِينَ، فَإِنَّكِ أَوَّلُ أَهْلِي لَاحِقٌ بِي» فَضَحِكْتُ. رواه الطبراني
Ibn Abbas menceritakan: “tatkala turun Surat al-Nashr ini, Rasulullah SAW mengundang Fatimah, kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh telah diberitakan tanda kematianku”, maka (Fatimah) pun menangis, kemudian Rasulullah bersabda: “janganlah menangis, sesungguhnya engakau adalah keluargaku pertama yang akan menemuiku. Kemudian (Fatimah) tertawa. Sebagian istri Nabi SAW melihat kejadian itu, kemudian bertanya: “aku melihatmu menangis dan tertawa ada apa? (Fatimah) menjelaskan: “(nabi) berkata kepadaku, bahwa tanda kematian telah memberikan sinyal kepadanya, maka aku menangis. Kemudian beliau bersabda: “jangalah menangis, engakau adalah kelaurga pertama yang menemuiku”, maka aku  tertawa. (HR al-Tabrani)
Sesudah turun surat ini, Rasulullah SAW semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah kepada-Nya. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim menceritakan dalam kitab sahihnya, bahwa dalam setiap ruku’ dan sujud, pada saat menjelang wafatnya Rasulullah SAW memperbanyak bacaan “subhanaka-llahumma rabbana wa bihamdika, allahumaghfirli (maha suci engkau ya Allah Tuhan kami dan dengan segala puji-Mu, Ya Allah ampunilah aku).”

3)    Sang Nabi  Pemaaf
Fathu mekah merupakan tonggak kemenangan agama Allah SWT. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke delapan hijrah. Sebab utamanya adalah tatakala nabi SAW melakukan perjanjian Hudaibiyah dengan kaum Quraish, pada tahun ke enam hijrah, tetapi dikemudian hari pihak Quraish melakukan pengkhianatan terhadap perjanjian damai ini. Pengkhianatan kaum quraish, menyebabkan Nabi SAW harus mengahadapi orang-orang Quriash dengan berperang. Nabi SAW membawa sekitar 10 ribu pasukan keluar madinah, seraya berdoa kepada Allah SWT supaya orang-orang Quraisy tidak memiliki kemampuan dalam menghadapi mereka. Rasulullah SAW memasuk Mekah pada hari ke-20 Ramadhan pada tahun 8 Hijrah, dengan mendapatkan kemenangan yang gemilang. Pada akhirinya, orang-orang Quraish berkumpul di sekitar ka’bah, kemudian Rasulullah berdiri di pintu Ka’bah, sementara orang-orang Quraish berada di bawah sambil menunggu apa yang mau dilakukan oleh Nabi SAW. Sambil berpegang pada pintu Ka’bah, Nabi SAW bersabda: “Wahai orang-orang Quraish! Apa yang kalian sangka terhadap apa yang akan aku lakukan kepada kalian?” Selama lebih dari delapan tahun mereka telah menjadi musuh nabi yang paling bersemangat, tetapi sekarang meraka di bawah kendali dan pengawasan Nabi SAW. Nabi mengulangi lagi pertanyaanya: “Apa yang kalian sangka terhadap apa yang akan aku lakukan terhadap kalian? Mereka menjawab dengan serentak: “kebaikan, engkau adalah saudara kami yang mulia, anak saudara kami yang mulia”. Nabi bersabda: “Sungguh aku mengatakan kepada kalian sebagaimana Yusuf mengatakan kepada saudara-saudaranya”.
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٩٢﴾
"Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang". (QS Yusuf [12]: 92)
Nabi SAW memberikan maaf kepada orang-orang Quraish yang selama ini menyakiti beliau, mengusir, memerangi beliau, menghujani pedang, tombak dan anak panah. Tetapi hati Nabi SAW yang penuh rahmat, kasih sayang, lembut, tidak memiliki dendam sedikitpun, beliau bersabda: “"اذهبوا فأنتم الطلقاء (Pergilah kalian, sekarang kalian bebas). Ungkapan nabi inilah yang menjadikan hati orang Quraish gemetar, seolah mereka tidak percaya. Orang yang selama ini mereka musuhi telah membebaskan mereka tanpa syarat apapun. Prilaku mulia nabi inilah yang kemudian mengundang orang berbondong-bondong memeluk Islam.
Orang-orang kafir Quraish memerangi rasulullah dengan mengirim pasukan ke Madinah sebanyak 11 kali, yaitu: Perang al-Abwa (2H), Buwats (2H), perang Shafwan/Badr I (2H), perang Usyairah (2H), Badar II (2 H), perang al-Suwaiq (2H), Perang Uhud (3 H), Perang Hamaraul asad (3), Perang badar III (4H), perang Ahzab/Khandaq (5 H), dan perang Hudaibiyah (6H). Rasulullah hanya sekali saja membawa pasukan untuk menaklukan Mekah sebagai respon terhadap permusuhan orang-orang Quraish. 

4)    Fathu Mekah dan Islamnya Seluruh Arab
Mekah merupakan simbol spiritual, ketika Mekah dapat ditaklukan merupakan kunci bagi kemenangan Islam. Hal ini sudah di isyaratkan oleh Allah SWT ketika memerintahkan perubahan arah kiblat dari al-Aqso di palestina ke masjid al-haram di Mekah (QS al-Baqarah [2]: 144, 149, 150). Allah SWT juga menceritakan tentang kisah Nabi Musa bahwa kemenangan itu didapatkan ketika orang-orang beriman yang berperang itu bisa memasuki pintu gerbang kota (QS al-Maidah: 23). Allah SWT juga menggambarkan tentang pemberian kemenangan kepeda Nabi SAW dengan kemenangan yang besar (QS al-Fath: 1-3). Demikian juga Allah SWT akan mengembalikan orang-orang yang melaksanaan hukum Allah ke daerah asal mereka (QS al-Qasas: 58). Bahkan Allah SWT memastikan kepada Nabi SAW, bahwa beliau akan memasuki kota Mekah dengan mencukur rambut dalam rangka untuk ibadah haji kepada Allah SWT (QS al-Fath: 27).
Pada tahun 8 H, merupakan pemenuhan janji Allah SWT, yaitu kemenangan Mekah dicapai, kekufuran dan kemusyrikan dikalahkan, kemudian berbondong-bondongnya orang-orang Arab untuk setia dan memeluk Islam. Utusan-utusan kabilah, suku, pembesar-pembesar Arab berdatangan silih berganti menyatakan diri sebagai orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Oleh karena itulah, tahun ke-9 Hijrah dikenal sebagai ‘ammul wufud (tahun para utusan), dimana banyak utusan yang datang menemui nabi SAW dan menyatakan untuk setia kepada keimanan Islam.

5)    Bertasbih dan beristighfar karena pertolongan Allah
Ketika syariat diturunkan pada periode awal kepada Nabi SAW, Allah mengingatkan untuk bersabar (QS al-Insan: 23 dan 24). Karena syariat yang duturunkan kepadanya, berkonsekuensi pada beban tabligh dan tatbiq dalam kehidupan sehari-hari, tentunya memunculkan banyak tantangan yang harus dihadapi. Ketika mendapati kemenangan dan pertolongan Allah SWT, Allah memerintahkan untuk bertasbih dan beristighfar (QS al-nashr: 3). Perintah bertasbih memberikan penegasan bahwa kemenagan yang datang jangan sampai menjadikan manusia lupa akan kodratnya sebagai hamba Allah SWT, yang mana kesucian, pujian, penyembahan hanya untuk Allah SWT semata bukan untuk manusia.  Dan perintah istighfar memberikan pelajaran bahwa setiap kemenangan yang dicapai adalah karena pengorbanan banyak orang, termasuk orang-orang mustad’afin (lemah), dan kemungkinan juga terdapat perbuatan-perbuatan zalim terhadap pihak lain. Oleh karena itu, seorang nabi yang suci diajarkan untuk memohon ampun kepada Allah, sebagai ibrah kepada manusia, apalagi manusia pada umumnya banyak melakukan kezhaliman, salah, dosa yang tanpa disadari menjadi bagian dari kemenangan itu.

MENELADANI KARAKTER NABI SAW DAN PARA SAHABAT


Ustadz Agus Miswanto, MA
(Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kab Magelang)
Disampaikan pada pengajian Ahad pagi PCM Kajoran pada 24 November 2019, di Masjid al-Jihad SMP Muhammadiyah Sambak, Kajoran.

QS al-Fath [48]: 28-29
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا ﴿٢٨﴾مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا ﴿٢٩﴾
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (28) Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (29)

NABI MUHAMMAD SEBAGAI RASUL
Nabi Muhammad SAW sebagai manusia biasa (QS al-Kahfi: 110) yang diutus bukan untuk menjadi orang tua manusia (QS al-Ahzab), tetapi berfungsi sebagai utusan Allah yang dibekali dengan mukjizat, petunjuk dan agama yang benar (QS al-fath [48]: 28, al-nisa: 78), untuk disampaikan kepeda seluruh umat manusia. Oleh karena itu Nabi Muhammad sebagai rahmat seluruh alam semesta (QS al-Anbiya[]; 107, Saba’[]: 28), yaitu mengasihi dan menyayangi semesta dengan memberikan kabar gembira dan peringatan kepada manusia (QS al-Furqan: 56, Saba’: 28, Fatir: 24), memberikan kesaksian yaitu pelaku sejarah sekaligus penilai dan pengoreksi kehidupan manusia(QS al-Ahzab: 45, al-Fath: 8), mendidik, mengajar, mendakwahi manusia (QS al-Syura: 48, Yusuf: 108), serta menjadi suri tauladan yang baik untuk kehidupan manusia (QS al-Ahzab [33]: 21). Dan Nabi Muhammad berkedudukan sebagai penutup para nabi, yang tidak ada nabi lain setelah kenabianya (QS al-Ahzab [33]: 40). Serta dalam rangka untuk memenangkan agama Allah SWT atas semua agama yang ada (QS al-Fath [48]: 28, al-taubah: 33, al-shaff: 9).

KEHIDUPAN NABI DAN PARA SAHABAT
1)       Tegas Kepada Kekafiran
Nabi SAW dan para sahabat dikenal sebagai sosok yang tegas terhadap kekufuran (QS al-fath [48]: 29). Nabi dan para sahabat tidak pernah berkompromi dalam persoalan kekufuran dan keingakaran kepada Allah SWT. Al-Baghawi dalam tafsirnya Maalim al-Tanzil, menceritakan bahwa suatu saat orang-orang Quraisy melakukan negosiasi dengan Nabi SAW, yaitu mereka mengajak kompromi Nabi SAW untuk ikut dalam penyembahan berhala mereka, dan mereka akan ikut ibadah kepada Allah SWT secara bergantian. Tetapi Nabi SAW menolak dan kemudian turun wahyu Allah SWT, QS al-Kafirun: 1—6. Dan suatu saat orang-orang quraisy melalui mediasi Abu Thalib membujuk Nabi SAW untuk meninggalkan dakwah Islam dengan imbalan untuk diangkat menjadi raja orang-orang quraish dengan diberikan harta serta wanita. Sekali lagi Nabi SAW menolak tawaran tersebut, bahkan Nabi SAW bersumpah: “sekiranya mereka dapat meletakan matahari di tangan saya, bulan di tangan kiri saya, untuk meninggalkan agama ini, maka sungguh aku tidak akan pernah meninggalkannya untuk selama-lamanya”.
Dari segi bahasa kufur berasal dari kata Arab: kufr, yang berarti menutupi, atau menyembunyikan suatu kebaikan yang telah diterima, dan atau tidak berterima kasih atas kebaikan yang diterima. Sedangkan dari segi istilah kufur sering diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang menolak, menentang, mendustkan dan mengingkari kebenaran dari Allah yang disampaikan oleh rasul-Nya. Dalam al-Qur’an, kata kufur mengacu kepada perbuatan yang ada hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian, sikap atau perbuatan yang termasuk dalam kategori kufur ini, antara lain dapat diidentifikasi seperti:
a.       Mengingkari nikmat dan karunia Allah SWT dan tidak berterima kasih kepada-Nya (QS al-Nahl: 55, al-Rum: 34).
b.       Lari dari tanggung jawab atau berlepas diri dari suatu perbuatan (QS Ibrahim: 22)
c.        Pembangkangan atau penolakan terhadap hukum-hukum Allah SWT (QS al-Maidah: 44).
d.       Meninggalkan amal salih yang diperintahkan Allah SWT (QS ar-Rum: 44)
Lebih jauh, dalam al-qur’an terdapat beberapa kata yang semakna dengan kata kufur, yaitu: Bagha yang berarti melampaui batas (QS al-Syura:27) (Batira yang berarti bermewah-mewah/bersenang-senang (QS al-Qasas: 58),‘Ata yang berarti melampaui batas (QS al-Furqan: 21, at-talaq: 8, dan Al-A’raf: 166), Tagha yang berarti kesesatan(QS al-Maidah: 64, 68, 69, dan 72, al-Kahfi: 80, al-Syams: 11-12, Yunus: 7-8 dan 11, al-Nazi’at: 37-41 dan shad: 55-56). Istighna’ yang berarti merasa serba cukup (QS al-‘Alaq: 6-7, dan al-Lail: 8-11) dan jabbar yang berarti sewenang-wenang (QS al-Mu’min: 35, QS Maryam: 12-14 dan 31 – 32).

2)       Lemah Lembut Sesama Orang Beriman
Nabi SAW dan para sehabat menunjukan keteladanan dalam membangun relasi persaudaraan antara orang-orang beriman, mereka saling mengokohkan, menolong, dan kerjasama.
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ ﴿التوبة: ١٢٨﴾
Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS al-taubah: 128)
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿الحشر: ٩﴾
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung (QS al-Hasyr: 9)

3)       Amal Ibadah yang berbekas
Secara spiritual, amal ibadah yang dilakukan oleh orang-orang beriman menjadi penanda pembeda antara yang beriman dan tidak beriman pada saat di dunia maupun akhirat. Pada saat di dunia, wajah orang-orang beriman menunjukan kesejukan, bahagia dan penuh persaudaraan. Sementara saat diakhirat, wajah oran beriman bercahaya (QS al-Tahrim: 8, al-hadid: 12 dan 19), sementara wajah orang kafir adalah gelap.
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ ﴿آل‌عمران: ١٠٦﴾
pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): "Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu". (QS Ali Imron: 106)
Nabi dan para sahabat melakukan aktivitas amal ibadah dan dakwah hanya semata-mata untuk mengharapkan ridha Allah SWT, bukan untuk membangun kebesaran diri, keluarga, ataupun suku, tetapi untuk kebesaran dan kejayaan Islam. Dalam gambaran QS al-Fath: 29 di atas, Islam yang dibawa nabi SAW diibaratkan sebagai tanaman yang sedang tumbuh, berkembang, dan menjadi besar menjulang. Tunas-tunas yang ditumbuh sebagai cabang dan ranting merupakan dakwah dari para sahabat saling mengokohkan untuk tumbuhnya batang (Islam) yang kuat dan besar, dimana menjadikan Islam sebagai agama yang dikagumi oleh banyak orang karena kontribusi masing-masing sahabat yang tidak diragukan lagi. Yang pada akhirnya Islam menjadi menang atas segala bentuk kepercayaan yang batil yang selama ini menjadi pegagangan orang-orang kafir. Dalam ayat lain kehidupan orang Islam yang saling menolong untuk agama Allah digambarkan seperti pohon yang baik, tumbuh dengan penuh rindang dan akarnya kuat menghunjam ke bumi (QS Ibrahim: 24).

BERSHALAWAT KEPADA NABI SAW SEBAGAI PEMULIAAN DAN PENGHORMATAN


Ustadz Agus Miswanto, MA
(Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Kab Magelang)
Disampaikan pada pengajian Ahad pagi PCM Kajoran, di Masjid al-Jihad SMP Muhammadiyah Sambak, Kajoran.

QS al-Ahzab [33]: 56-58

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا ﴿٥٧﴾ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا ﴿٥٨﴾ ﴿الأحزاب: ٥٦-٥٨
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (57) Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (58)  (QS al-Ahzab: 56-58)

SHALAWAT

Secara Bahasa, shalawat artinya doa. Sementara makna shalawat dari Allah SWT kepada hamba-Nya, termasuk Nabi SAW, adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah SWT untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya.
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
Makna shalawat manusia dan malaikat kepada nabi SAW adalah meminta kepada Allah SWT agar Dia memuji dan mengagungkan beliau SAW di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan penyebutan (nama) beliau, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau SAW, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)” [HR an-Nasa’i, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim].
Hadits ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi SAW dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut, karena ini merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah SWT. Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini, yaitu banyak bershalawat kepada Rasulullah SAW merupakan tanda cinta seorang muslim kepada beliau SAW, karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering menyebutnya”.
Yang dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi SAW dalam hadits-hadits beliau SAW yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Juga karena ketika para sahabat RA bertanya kepada beliau SAW, “(Wahai Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah SAW menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah, bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad SAW dan keluarga beliau…dst seperti shalawat dalam tasyahhud [HR bukhari).

PEMULIAAN ALLAH SWT KEPADA NABI SAW

1)       SYAFA’AT

Secara bahasa (etimologi), kata syafa’at diambil dari شَفَعَ – يَشْفَعُ yaitu, apabila seseorang menjadikan sesuatu itu genap. Dan الشَّفْعُ adalah lawan dari الوِتْرُ yang bermakna ganjil [QS al-Fajr: 3]. Syafa’at juga berarti perantaraan, pembela atau penolong (الْمُعِيْنُ). Sedangkan secara syar’i (terminologi), syafa’at adalah: Pertolongan pihak ketiga kepada pihak yang membutuhkannya dalam rangka memberikan suatu manfaat atau menolak suatu mudharat pada saat di hari qiamat.
Secara prinsip bahwa seluruh syafa’at milik Allah SWT. Di dalam surat az Zumar: 44 Allah SWT berfirman: “Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan.” Dalam ayat ini, dikedepankannya khobar atas mubtada’ bertujuan sebagai pembatasan. Yaitu, hanya milik Allah semata seluruh syafa’at. Tidak ada satu pun dari syafa’at-syafa’at tersebut yang keluar dari izin Allah dan keinginanNya. Karena Allah SWT Maha sempurna dalam ilmu, kekuasaan dan lain-lain dari sifat-sifatNya yang Maha sempurna.
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at” [al Muddatsir : 48].
يَوْمَئِذٍ لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha pemurah telah memberi izin kepadanya dan Dia meridhai perkataannya”. [Thaha : 109].
وَكَم مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit; syafa’at mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya” [an Najm : 26].
Allah SWT memberikan kepada Nabi SAW untuk memberikan syafa’at terbesar (al ‘udzma atau al kubra) kepada orang-orang beriman pada saat di padang Mahsyar. Syafa’at ini khusus dimiliki Nabi Muhammad SAW, dan tidak ada seorang pun, dari para rasul ulul ‘azmi yang menyamai beliau SAW.
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ كَلِيمُ اللهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي.
“Ketika hari kiamat datang, manusia berduyun-duyun mendatangi nabi Adam dan mengatakan, “Berilah syafa’at kepada rabbmu!” Adam menjawab, “Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim karena dia adalah kekasih Allah SWT ,” mereka mendatangi Nabi Ibrahim, nabi Ibrahim berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Musa karena dia adalah kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah). mereka mendatangi Nabi Musa, nabi Musa berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Isa karena dia adalah ruhullah dan kalimatNya,” Mereka mendatangi Nabi Isa, nabi Isa berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Muhammad.” Maka mereka mendatangiku, maka aku katakan, “Ya aku punya hak, maka aku minta idzin kepada rabbku, maka Dia memberiku idzin”. (HR Bukhari)
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي
Nabi bersabda: “Syafa’atku kelak bagi pelaku dosa besar dari kalangan umatku”. [HR Abu Dawud  dan Tirmidzi]
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

“Wahai Rasulullah, Siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atmu pada hari kiamat?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa Ilaaha Illallaah (tiada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah) secara ikhlas dari dalam hatinya”.[HR Bukhari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hadits di atas, seraya berkata: “Itulah syafa’at yang akan diperoleh oleh orang yang bertauhid dengan izin Allah, dan mustahil akan diterima oleh orang yang berbuat syirik kepada Allah SWT. Maka hakikatnya, Allah-lah yang akan memuliakan hamba-hamba yang ikhlas (bertauhid), mengampuni dosa-dosa mereka dengan perantara permohonan orang yang telah diizinkan oleh Allah SWT untuk memberikan syafa’at. Sebagai bentuk pemuliaan Allah dan pemberian kedudukan yang terpuji kepada mereka. Sedangkan syafa’at yang ditolak oleh al Qur`an adalah yang disertai dengan perbuatan syirik (syafa’at yang diyakini oleh kaum musyrikin). Oleh sebab itu, Allah SWT menetapkan bahwa seluruh syafa’at harus dengan seizinNya, dan Nabi SAW menetapkan pula bahwa syafa’at tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang yang ikhlas dan bertauhid kepada Allah SWT.

2)       TELAGA

Allah SWT menganugerahkan telaga [QS al-Kautsar: 1] kepada Nabi SAW, yang tidak diberikan kepada para nabi selainnya. Fungsi telaga adalah menjadi tempat minum orang-orang beriman di tengah kehausan saat hisab di hari qiymat.
عن أبي حازم قال: سمعت سهل بن سعد يقول:سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (أنا فرطكم على الحوض، من ورده شرب منه، ومن شرب منه لم يظمأ بعده أبداً، ليردنَّ عليَّ أقوام أعرفهم ويعرفونني، ثم يحال بيني وبينهم). قال أبو حازم: فسمعني النعمان بن أبي عياش وأنا أحدِّثهم هذا، فقال: هكذا سمعت سهلاً؟ فقلت: نعم، قال: وأنا أشهد على أبي سعيد الخدري لسمعته يزيد فيه قال: (إنهم مني، فيقال: إنك لا تدري ما بدَّلوا بعدك، فأقول: سحقاً سحقاً لمن بدَّل بعدي).[ر:6212]
Sahl bin sa’ad berkata, aku mendengar Nabi SAW berdabda: “Aku menantikan kalian di telaga, barangsiapa yang mendatanginya maka ia akan meminumnya, dan barangsiapa yang meminumnya maka ia tidak akan pernah haus lagi untuk selamanya. Sungguh akan datang kepadaku golongan-golongan manusia yang mana meraka kenal aku, dan akupun kenal mereka. Kemudian ada suatu penghalang antara aku dan mereka. Kemudian Nabi berkata: “sesungguhnya mereka itu golonganku”, Kemudian dikatakan kepada Nabi, “sesungguhnya engkau tidak mengetahui terhadap apa yang mereka ubah setelahmu”, Kemudian Aku (Nabi) berkata: “celakalah..celaklah orang yang telah mengubah (agama) sepeninggalku.” [HR Bukhari]