Agus Miswanto, MA
الأمر هو طلب الفعل
من الأعلي الي الأدني
Perintah
adalah tuntutan (permintaan) untuk pelaksanaan pekerjaan dari orang yang posisinya
lebih tinggi kepada orang yang posisinya lebih rendah. Contohnya adalah instruksi atasan
kepada bawahan untuk melaksanakan suatu hal. UU yang diterbitkan oleh pemerintah untuk dilaksanakan oleh rakyatnya, dan seterusnya.
KAIDAH PERTAMA:
الأصل في الأمر للوجوب الا ما دل الدليل علي خلافه
“DASAR
DALAM PERINTAH ADALAH UNTUK KEWAJIBAN, KECUALI ADANYA DALIL YANG MENUNJUKAN
SEBALIKNYA.”
Pengertian
dari kaidah tersebut adalah bahwa perintah mengandung kewajiban yang harus
ditunaikan atau dijalankan. Karena dalam perintah terkandung tuntutan kepada
mukallaf untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang diminta. Menurut
Prof Quraish Shihab, perintah tidak mesti dimaknai sebagai suatu keharusan,
tapi kadang-kadang dimaknai sebagai suatu hal yang sebaiknya. Sesuatu yang
seharusnya dalam konteks hukum adalah fardhu atau wajib, karena tuntutan yang
dituntut oleh syariat terhadap mukallaf, yang terkandung dalam nash, sangat
kuat sekali. Sehingga tuntutan tersebut tidak boleh diabaikan. Dan sekiranya
diabaikan maka yang bersangkutan berdosa dan bahkan mendapatkan sanksi (iqab).
Sementara
perintah yang mengandung makna sebaiknya adalah tuntutan yang diminta oleh
syariat tidak begitu kuat sekali. Dimana perintah itu hanya sekedar anjuran,
tidak sampai wajib. Dengan demikian, maka tuntutan itu dalam konteks hukum dikenal
sebagai sunnah saja. Dan jika mukallaf yang tidak melakukan dan mengerjakan
tuntutan tersebut tidak mendapat dosa atau diberikan sanksi. Sementara orang
yang melaksanakanya diberikan pahala oleh Allah SWT.
Kewajiban
dilihat dari sisi hukum taklifi dibedakan dalam beberapa macam berdasarkan
subjek, kandungan perintah, dan waktu pelaksanaanya.
1) DARI SEGI ORANG YANG DIBEBANI
KEWAJIBAN
a) WAJIB ‘AINI.
Kewajiban
yang dibebankan kepada setiap mukallaf (sudah baligh dan berakal), tanpa
terkecuali. Misalnya shalat wajib, puasa di bulan Ramadhan, dan sebagainya.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS Al-Baqarah: 183)
b) WAJIB KIFĀ`I.
Kewajiban
yg dibebankan kepada seluruh mukallaf, namun jika telah dilaksanakan oleh
sebagian umat Islam, maka kewajiban itu sudah dianggap terpenuhi. Contohnya adalah
Shalat jenazah, menuntut ilmu, dan lain-lainya.
۞ وَمَا كَانَ
الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ
مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ
إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ﴿١٢٢﴾
Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya. (QS al-Taubah: 122)
2) DARI SEGI KANDUNGAN PERINTAH
a) WAJIB MU’AYYAN.
Kewajiban
dimana yg menjadi objeknya adalah tertentu tanpa ada pilihan. Misalnya
kewajiban puasa di bulan Ramadhan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ﴿١٨٣﴾ أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari
yang tertentu. (QS al-Baqarah: 183-184)
b) WAJIB MUKHAYYAR.
Kewajiban
dimana yang menjadi objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Contohnya
adalah kaffarat sumpah.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ
وَلَٰكِن يُؤَاخِذُكُم بِمَا عَقَّدتُّمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ
مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ ﴿٨٩﴾
Allah
tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu
sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang
siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga
hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah
(dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS Al-Maidah: 89)
3) DARI SEGI WAKTU
PELAKSANAANNYA
a) WAJIB MUTHLAQ.
Kewajiban
yang pelaksanaannya tidak dibatasi dengan waktu tertentu. Misalnya kewajiban
membayar puasa Ramadhan yang tertinggal.
b) WAJIB MUAQQAT.
Kewajiban
yang pelaksanaannya dibatasi oleh waktu tertentu. Dan wajib muaqqat ini
dibedakan menjadi dua, yaitu MUWASSA yang maksudnya waktu yang tersedia lebih
lapang daripada waktu pelaksanaan kewajiban itu sendiri, misalnya Shalat 5
waktu. Dan MUDHAYYAQ, yaitu waktu yangg tersedia hanya mencukupi untuk melaksanakan kewajiban
itu, misalnya puasa bulan Ramadhan dan ibadah haji.
REFERENSI:
Abdul Hamid Hakim, as-Sulam, Jakarta: Penerbit Sa'adiyah Putra, 1927.
Abdul Hamid Hakim, Mabadi' Awaliyah, Jakarta: Penerbit Sa'adiyah Putra, tt.
Abdul Hamid Hakim, al-Bayan, Jakarta: Penerbit Sa'adiyah Putra, tt
Abdul Wahhab Khallaf, 'Ilmu Ushul Fiqh al-Islami, Bairut, Dar al-Fikr, tt
1 comment:
Post a Comment