Agus Miswanto, MA
A. Pengertian Etimologis
Secara
etimologi, wakaf berasal dari “waqafa” yang berarti “habasa”. Dalam kamus Lisan al-‘Arab, kalimat “habasahu”
berarti “dia telah menahanannya”.[1]
Menurut Qahaf, kata “habs” dan “waqf” merupakan dua kata yang
paling banyak digunakan ahli fikih untuk menyebut kata wakaf.[2]
Qahaf menyimpulkan bahwa secara etimologis
kata “waqf” dan “habs” berarti menahan sesuatu dari
konsumsi dan melarang seluruh manfaat atau keuntungan dari selain pihak yang
menjadi sasaran wakaf.[3]
B. Pengertian Istilah
Dalam
istilah fikh, terdapat beberapa perbedaan rumusan mengenai definisi wakaf.
Sebagian perbedaan ini bersifat redaksional dan sebagian lainnya berkaitan
dengan pandangan mereka mengenai hukum wakaf, diantaranya berkaitan dengan
bentuk harta yang boleh diwakafkan, sifat wakaf apakah langgeng atau sementara,
prinsip wakaf yang berkaitan dengan pemindahan hak milik (lazim) atau
tidak (ghair lazim), dan yang lainnya.
a) Ulama Klasik
1) Imam As-Syarbini,
Beliau
adalah salah seorang
ulama mazhab Syafi’i mengartikan
wakaf dengan:
حَبْسُ
مَالٍ يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِ
فِي رَقَبَتِهِ عَلَى مَصْرَفٍ مُبَاحٍ مَوْجُودٍ
“Menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan
hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan kepada nazhir yang
dibolehkan oleh syariah.”[4]
2) Imam Ibn Qudamah,
Beliau
adalah salah seorang ulama
mazhab Hanbali mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana:
تَحْبِيْسُ
الأَصْلِ وَ تَسْبِيْلُ المَنْفَعَةِ
Definisi wakaf dari kedua
mazhab di atas memiliki kedekatan makna, yaitu seseorang menahan harta miliknya
kemudian melepaskan kepemilikannya dari waqif
(pewakaf), dengan maksud agar harta tersebut dapat dimanfaatkan di segala
bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut, dengan niat taqarrub
kepada Allah. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa wakaf
bersifat langgeng sehingga harta yang habis dikonsumsi, seperti makanan,
tidak boleh diwakafkan.
3) Imam as-Shawi,
Beliau
adalah salah seorang ulama
mazhab Maliki, memberikan
definisi sebagai berikut:
جَعْلُ
مَنْفَعَةِ مَمْلُوْكٍ وَلَوْ بِأُجْرَةٍ أَوْ غَلَّتِهِ لِمُسْتَحِقٍ بِصِيْغَةٍ
مُدَّةَ مَا يَرَاهُ المُحْبِسْ
“Wakaf adalah menjadikan
manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa)
untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shigah) dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif.[6]
Dalam mazhab Maliki, wakaf
tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari pada kepemilikan wakif,[7]
namun wakaf mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya
atas harta itu kepada pihak yang lain, dan wakif berkewajiban menyedekahkan
manfaatnya, serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Kelebihan
dari definisi ini adalah memberikan peluang bagi wakaf muaqqat.[8]
Ini kelebihan bagi definisi wakaf, sebab saat ini diiukuti oleh mayoritas ulama
kontemporer.
4) Ibn ‘Abidin,
Beliau
adalah salah seorang ulama
mazhab
Hanafi mengartikan wakaf sebagai:
حَبْسُ
العَيْنِ عَلي مِلْكِ الوَاقِفِ وَ التَصَدُّقُ بِالمَنْفَعَةِ
“Menahan materi benda (al-‘ain)
milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan.”.[9]
Berdasarkan definisi ini wakaf
dapat dimaknai sebagai akad menyumbangkan manfaat dan tidak berdampak pada
lepasnya kepemilikan harta wakaf dari wakif sehingga ia boleh menariknya
kembali. Wakif juga boleh menjualnya dan jika wafat maka
harta itu menjadi harta warisan bagi ahli warisnya.
b) Ulama Kontemporer
Definisi
wakaf juga dijelaskan oleh ulama fikih kontemporer seperti Nazih Hammad dan
Munzir Qahaf. Nazih Hammad,[10]
mendefinisikan wakaf sebagai akad menahankan aset wakaf dan menyalurkan
manfaatnya pada sabilillah.[11] Munzir Qahaf mendefinisikan wakaf yaitu
akad menahan harta, baik bersifat selamanya maupun untuk jangka waktu tertentu,
agar diambil manfaatnya secara berulang-ulang, dari harta tersebut atau dari
hasilnya, untuk keperluan kebaikan, baik yang bersifat umum maupun khusus.[12]
Menurut
definisi Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, wakaf adalah menahan harta yang
dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau
mewariskannya, untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada.[13]
Dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.[14]
[2]
Qahaf, Munzir, al-Waqf al-Islami: Tatawwuruhu, Idaratuhu, Tanmiyyatuhu,
(Damaskus: Dar al-Fikr, 2006) hlm. 54.
[3]
Qahaf, Munzir, al-Waqf al-Islami.., hlm. 55.
[4]
Asy-Syarbini, Syamsuddin Muhammad ibn Muhammad al-Khatib, Mugni al-Muhtaj
ila Ma’rifah Alfaz al-Minhaj, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994),
3:522.
[5] Ibn
Qudamah, al-Mugni, (Bairut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah t.th), 6:185.
[6] ash-Shawi, 1995: 4/91-10
[7]
al-Hattab, Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Abdurrahman al-Magribi
al-Ma’ruf bi, 1995, Mawahib al-Jalil li Syarh Mukhtasar Khalil, Bairut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995), 7:626.
[8] al-Hattab, Mawahib al-Jalil li Syarh
Mukhtasar Khalil, 7:626. secara tegas menyatakan bahwa
wakaf tidak disyaratkan tabid
(langgeng).
[9] Abidin, Muhammad Amin Asy-Syahir
bi Ibn, Rad al-Muhtar ‘Ala ad-Dur al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Absar, (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,
1994), 6:519.
[10] Hammad, Nazih, Mu’jam
al-Mustalahat al-Iqtisadiyyah fi Lugati al- Fuqaha, Virginia: al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikri al-Islami,
1995), hlm.
353.
[11] Redaksi aslinya sebagai
berikut: تَحْبِيْسُ
الأصْلِ وَتَسْبِيْلُ الثَمَرَةِ
[13] Definisi
tersebut merupakan terjemahan dari redaksi berbahasa Arab yang disebutkan oleh
Asy-Syarbini di atas dan juga oleh San’ani dalam Subul as-Salam (1988: 3/167). Hanya saja, dalam redaksi Shan’ani
tidak disebutkan kata “موجود” (yang ada).
1 comment:
Post a Comment