RAGAM PENENTUAN PENANGGALAN HIJRAH D LINGKUNGAN ORMAS ISLAM INDONESIA


Oleh:
Agus Miswanto, MA
[Aktivis Dakwah, Peminat Kajian Ilmu Hisab dan Keislaman]

Indonesia dikenal sebagai negara yang pendudukanya mayoritas beragama Islam dan memiliki keragaman dalam pemikiran dan afiliasi organisasi keagamaan. Banyaknya Ormas Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia juga berimplikasi dalam perbedaan dalam penentuan kalender Islam, terutama menyangkut penentuan awal dan akhir ramadhan, serta idul fitri dan idhul adha. Dalam paparan berikut ini, dijelaskan perbedaan-perbedaan dalam penentuan penanggalan untuk hari-hari keagamaan di antara beberapa Ormas Islam yang terkenal.

1.      Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) didirikan pada 9 Mei 1967, dengan Akte Notaris Syahrin Abdul Manan No. 4, tertanggal 9 Mei 1967. DDII adalah organisasi dakwah dalam rangka untuk menyebarkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat Muslim Indonesia. Pendiri utama DDII adalah Mohammad Natsir, mantan anggota masyumi yang sangat kristis pada pemerintah pada era orde lama. Setelah berakhir dan bubarnya Masyumi, maka M. Natsir berkiprah dalam dakwah dan mendirikan DDII, dan beliau ditunjuk sebagai ketua pertama.
Berkenaan penentuan bulan komariyah, terutama bulan Ramadan dan Syawal, DDII mengikuti pemerintah Indonesia yaitu hisab imkanur rukyat dengan matlak Indonesia (wilayatul hukmi, wilayah Indonesia sebagai wilayah hukum). Sementara berkaitan dengan Idul Adha, DDII mengikuti hasil rukyat Mekah, yaitu mengikuti keputusan Pemerintah Saudi Arabia, dan mengabaikan keputusan pemerintah Indonesia manakala bertentangan dengan ketetapan Saudi Arabia. Karena Idul Adha erat kaitanya dengan peristiwa wukuf, sehingga keputusan berkenaan dengan peristiwa wukuf merupakan otoritas pemerintah Saudi Arabia. Dan wilayah lain termasuk Indonesia, mengikuti pemerintah Saudi Arabia. Dengan demikian, idul Adha diselenggarakan bersamaan dengan Saudi Arabia, dan mengabaikan rukyah atau hisab untuk mathlak Indonesia.[1]

2.      Persatuan Islam (PERSIS)

Persatuan Islam (PERSIS) berdiri pada hari Rabu tanggal 1 Safar 1342 H/ 12 September 1923. PERSIS dikenal sebagai organisasi pembaharu yang terkenal cukup keras, terutama menyangkut purifikasi (pemurniaan) Islam. PERSIS banyak berkembang di Jawa Barat dan jawa timur, khususnya kawasan Bangil. Dan A. Hasan merupakan tokoh PERSIS yang sangat populer dan banyak tulisan-tulisanya, terutama Tanya Jawab A. Hasan, dicetak berulang kali dan menjadi rujukan masyarakat luas. Bahkan menurut cerita sejarah, Ir. Soekarno banyak belajar Islam kepada A. Hasan dengan cara korespondensi. Karena soekarno di saat dalam pengasingannya banyak bertanya tentang Islam kepada A. Hasan, sehingan A. Hasan banyak mengirimkan buku-buku dan juga jawaban yang beliau tulis sendiri kepada mendiang presiden RI pertama tersebut.
Berkenaan dengan penentuan awal dan akhir bulan komariyah, terutama bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, PERSIS pada awalnya menggunakan hisab  wujudul hilal sebagaimana yang digunakan oleh Muhammadiyah saat ini. Hanya saja dalam perkembanganya, PERSIS sejak 1422/1423 H, mulai mengadopsi teori imkanur rukyat, yang sebagaimana digunakan oleh pemerintah Indonesia (Departemen Agama).

3.      Hizbut Tahrir (HT)

Hizbut Tahrir (HT) merupakan organisasi trans-nasional kontemprer yang cukup terkenal. HT pertama kali dirintis di kota al-Quds (Jerussalem) oleh Taqiyuddin an-Nabhani, kemudian berkembang ke berbagai wilayah, seperti Timur Tengah, Eropa, Afrika, Asia termasuk Indonesia. Sementara di Indonesia, HT didirikan pada 1981 oleh Abdurrahman al-Bagdadi dan tahun 1994 dikembangkan di Yogyakarta.
Sikap HT (hizbut Tahrir) berkaitan dengan penentuan awal dan akhir bulan komariyah, terutama untuk Ramadan dan Syawal berpegang pada hasil rukyat global. Artinya, rukyah tidak terbatas pada suatu wilayah hukum tertentu saja, seperti Indonesia, tetapi seluruh dunia. Sehingga dimanapun tempat di dunia ini, ditemukan hilal (hilal dapat dirukyah), maka pada  pada malam itu di seluruh dunia diawali tanggal baru (bulan baru) tidak terbatas di daerah dimana hilal dapat dilihat. Untuk Idul Adha, HT mengikuti Mekah dengan menjadikan wukuf arafah sebagai standar. Pendapat ini sebagaimana yang dimilki oleh DDII.

4.      Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. NU didirikan pada 1345 H/1926 M oleh KH. Hasyim Asy’ari di Surabaya. NU dikenal sebagai organisasi yang mewakili kelompok tradisionalis Islam di Indonesia yang pada umumnya basis massanya di daerah pedesaan. NU merupakan organisasi dakwah yang menfokuskan pada pengembangan pondok pesantren sebagai saran pengkaderan dan penyebaran nilai-nilai tradisional NU. 
            Berkaitan dengan persoalan penentuan awal dan akhir bulan, NU dikenal sebagai mazhab rukyah. Untuk penetuan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah, NU menggunakan metode Istikmal dan rukyat. Istikmal adalah menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30, manakala hilal tidak bisa dirukyah. Sementara rukyah menurut NU adalah dapat dilihatnya hilal pada posisi 2 derajat di atas ufuk dengan mata kepala. Manakala ada rukyah di bawah 2 derajat, maka rukyahnya ditolak karena tidak sesuai dengan standard kemungkinan hilal dapat dirukyah. Dan NU mengadopsi matlak Indonesia sebagai wilayah hokum (wilayatul hukmi) bagi berlakunya rukyah.

5.      Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang dikenal sebagai symbol mazhab hisab di Indonesia. Muhammadiyah didirikan pada tanggal 8 Zulhijah 1330 H/ 18 November 1912 M oleh KH.Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Prinsip yang selalu dianut oleh persyarikatan Muhammadiyah adalah setia mengikuti perkembangan zaman, kemajuan sains dan teknologi yang menyelaraskan dengan hukum-hukum Islam. Hukum yang ditetapkan Muhammadiyah harus berangkat dari dalil Naqli Al-Qur'an dan As-Sunah Shahihah dan dari acuan pokok tersebut dikembangkan berdasarkan kaedah Ushul Fiqh.
Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan[2] menggunakan sistem hisab hakiki wujudul hilal artinya memperhitungkan adanya hilal pada saat matahari terbenam. Hisab wujud al hilal, yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak, ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk.[3]  

6.      Departemen Agama

Departemen Agama RI merupakan unit kerja pemerintah yang mengurusi pembinaan keagamaan di Indonesia. Walaupun Indonesia bukan Negara agama, tetapi pembinaan keagamaan tetap dilakukan Negara dalam rangka terbinaanya kehidupan spiritual masyarakat. Walaupun ada kritikan, bahwa Negara tidak perlu ikut campur dalam kehidupan pribadi umat, dan pembinaan keagamaan cukup diserahkan kepada organisasi keagamaan yang memang konsern ke sana. Karena tidak sedikit persoalan koflik keagamaan justru muncul karena kebijakan Negara yang kliru dan tidak mengindahkan aspirasi masyarakat yang ada.
Departemen agama mengintrodusir metode Imkanur Rukyat untuk mengetahui masuknya Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Imkanur Rukyah adalah suatu metode untuk mengetahui kemungkinan hilal awal bulan dapat dilihat (rukyah). Dan standard minimal yang dipergunakan departemen agama adalah 2 derajat di atas ufuk. Artinya kalau hilal berdasarkan perhitungan tingginnya dua derajat di atas ufuk, maka rukyat secara real dapat dilakukan kalau cuaca dalam keadaan cerah (tidak berawan). Untuk menetapkan masuk tidaknya bulan baru, Departemen tidak cukup dengan melihat hilal saja tetapi juga menunggu Sidang Itsbat yang dilakukan oleh kementerian agama pusat. Dan hasil siding itsbat dibelakukan untuk seluruh wilayah hokum Indonesia (Matlak Indonesia; wilayatul hukmi).

7.      Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan organisasi yang mewadahi para ulama di Indonesia yang melakukan permusyawarahan hokum dan mejawab persoalan-persoalan yang berkembangan apakah atas permintaan atau tidak baik dari pemerintah, masyarakat, individu, atau organisasi massa Islam. MUI berdiri 26 Juli 1975 berdasarkan hasil Musyawarah Nasional Ulama se-Indonesia. Ketua MUI pertama adalah Prof Dr. HAMKA, seorang tokoh Muhammadiyah terkenal dan memiliki banyak karya.
Dalam kaitanya dengan penentuan awal dan akhir bulan, MUI pada umumnya mengikuti semua hasil kepustusan pemerintah. Dan memilki pandangan yang sama dngan pemerintah (departemen agama), yaitu “Matlak yang digunakan adalah lokal, oleh karena itu Idul Adha tidak perlu mengikuti Saudi Arabia.”




[1] Susiknan Ashari, “Hisab Ormas Islam”, disampaikan pada Pelatihan Hisab Kader Tarjih, di Universitas Muhammadyah Yogyakarta, 2008.
[2] Dalam penetapan awal bulan Ramadhan dan Syawal, para ahli hisab Muhammadiyah yang tergabung dalam Majelis Tarjih dan Tajdid telah memberikan pendapatnya kemudian dituangkan dalam surat keputusan pimpinan pusat Muhammadiyah tentang penetapan awal Ramadhan dan Syawal.
[3] Majelis Tarjih Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, (Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, 2009)

No comments: