Ustadz Agus Miswanto, MA
(Ketua Majelis Tarjih dan
Tajdid PDM Kab Magelang)
Disampaikan pada
pengajian Ahad pagi PCM Kajoran, di Masjid al-Jihad SMP Muhammadiyah Sambak,
Kajoran.
QS al-Ahzab [33]: 56-58
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ﴿٥٦﴾إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ
لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا ﴿٥٧﴾ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا
وَإِثْمًا مُّبِينًا ﴿٥٨﴾ ﴿الأحزاب: ٥٦-٥٨﴾
Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah
kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di
dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (57) Dan
orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata. (58)
(QS al-Ahzab: 56-58)
SHALAWAT
Secara Bahasa, shalawat artinya doa.
Sementara makna shalawat dari Allah SWT kepada hamba-Nya, termasuk Nabi SAW,
adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya.
Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah SWT untuk mengeluarkan
hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana
dalam firman-Nya.
هُوَ
الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ
إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا
“Dialah
yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan
ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya
(yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”
(QS al-Ahzaab:43).
Makna shalawat manusia dan malaikat kepada
nabi SAW adalah meminta kepada Allah SWT agar Dia memuji dan mengagungkan
beliau SAW di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan penyebutan (nama)
beliau, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan
di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau SAW, memudahkan
syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari
kiamat di hadapan seluruh makhluk. Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
مَن
صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه
عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat
baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta
ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)” [HR an-Nasa’i,
Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim].
Hadits ini menunjukkan keutamaan bershalawat
kepada Nabi SAW dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut, karena ini
merupakan sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari
Allah SWT. Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini, yaitu banyak
bershalawat kepada Rasulullah SAW merupakan tanda cinta seorang muslim kepada
beliau SAW, karena para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu
maka dia akan sering menyebutnya”.
Yang
dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi SAW
dalam hadits-hadits beliau SAW yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum
muslimin dalam shalat mereka ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah
yang diada-adakan oleh orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat
nariyah, badriyah, barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Karena
shalawat adalah ibadah, maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah
Ta’ala semata dan sesuai dengan tuntunan Nabi SAW. Juga karena ketika para
sahabat RA bertanya kepada beliau SAW, “(Wahai Rasulullah), sungguh kami telah
mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, maka bagaimana cara kami
mengucapkan shalawat kepadamu?” Rasulullah SAW menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah,
bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad SAW dan keluarga beliau…dst seperti
shalawat dalam tasyahhud [HR bukhari).
PEMULIAAN ALLAH SWT KEPADA NABI SAW
1) SYAFA’AT
Secara bahasa (etimologi), kata syafa’at
diambil dari شَفَعَ – يَشْفَعُ yaitu, apabila seseorang menjadikan
sesuatu itu genap. Dan الشَّفْعُ adalah lawan dari الوِتْرُ
yang bermakna ganjil [QS al-Fajr: 3]. Syafa’at juga berarti perantaraan,
pembela atau penolong (الْمُعِيْنُ). Sedangkan secara syar’i (terminologi),
syafa’at adalah: Pertolongan pihak ketiga kepada pihak yang membutuhkannya
dalam rangka memberikan suatu manfaat atau menolak suatu mudharat pada saat di
hari qiamat.
Secara prinsip bahwa seluruh syafa’at milik
Allah SWT. Di dalam surat az Zumar: 44 Allah SWT berfirman: “Katakanlah:
“Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan
bumi. Kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan.” Dalam ayat ini,
dikedepankannya khobar atas mubtada’ bertujuan sebagai pembatasan. Yaitu, hanya
milik Allah semata seluruh syafa’at. Tidak ada satu pun dari syafa’at-syafa’at
tersebut yang keluar dari izin Allah dan keinginanNya. Karena Allah SWT Maha
sempurna dalam ilmu, kekuasaan dan lain-lain dari sifat-sifatNya yang Maha
sempurna.
فَمَا
تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
“Maka
tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan
syafa’at” [al Muddatsir : 48].
يَوْمَئِذٍ
لاَتَنفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلاَّ مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلاً
“Pada
hari itu tidak berguna syafa’at, kecuali (syafa’at) orang yang Allah Maha
pemurah telah memberi izin kepadanya dan Dia meridhai perkataannya”. [Thaha :
109].
وَكَم
مِّن مَّلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لاَتُغْنِى شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِن بَعْدِ
أَن يَأْذَنَ اللهُ لِمَن يَشَآءُ وَيَرْضَى
“Dan
berapa banyaknya malaikat di langit; syafa’at mereka sedikit pun tidak berguna,
kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai-Nya”
[an Najm : 26].
Allah SWT memberikan kepada Nabi SAW untuk
memberikan syafa’at terbesar (al ‘udzma atau al kubra) kepada orang-orang
beriman pada saat di padang Mahsyar. Syafa’at ini khusus dimiliki Nabi Muhammad
SAW, dan tidak ada seorang pun, dari para rasul ulul ‘azmi yang menyamai beliau
SAW.
إِذَا
كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مَاجَ النَّاسُ فِي بَعْضٍ فَيَأْتُونَ آدَمَ
فَيَقُولُونَ اشْفَعْ لَنَا إِلَى رَبِّكَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ
عَلَيْكُمْ بِإِبْرَاهِيمَ فَإِنَّهُ خَلِيلُ الرَّحْمَنِ فَيَأْتُونَ
إِبْرَاهِيمَ فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُوسَى فَإِنَّهُ
كَلِيمُ اللهِ فَيَأْتُونَ مُوسَى فَيَقُولُ لَسْتُ لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ
بِعِيسَى فَإِنَّهُ رُوحُ اللهِ وَكَلِمَتُهُ فَيَأْتُونَ عِيسَى فَيَقُولُ لَسْتُ
لَهَا وَلَكِنْ عَلَيْكُمْ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَيَأْتُونِي فَأَقُولُ أَنَا لَهَا فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي فَيُؤْذَنُ لِي.
“Ketika
hari kiamat datang, manusia berduyun-duyun mendatangi nabi Adam dan mengatakan,
“Berilah syafa’at kepada rabbmu!” Adam menjawab, “Aku tidak punya hak, pergilah
kalian kepada Nabi Ibrahim karena dia adalah kekasih Allah SWT ,” mereka
mendatangi Nabi Ibrahim, nabi Ibrahim berkata,” Aku tidak punya hak, pergilah
kalian kepada Nabi Musa karena dia adalah kalimullah (orang yang diajak bicara
langsung oleh Allah). mereka mendatangi Nabi Musa, nabi Musa berkata,” Aku
tidak punya hak, pergilah kalian kepada Nabi Isa karena dia adalah ruhullah dan
kalimatNya,” Mereka mendatangi Nabi Isa, nabi Isa berkata,” Aku tidak punya
hak, pergilah kalian kepada Nabi Muhammad.” Maka mereka mendatangiku, maka aku
katakan, “Ya aku punya hak, maka aku minta idzin kepada rabbku, maka Dia
memberiku idzin”. (HR Bukhari)
شَفَاعَتِي
لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي
Nabi
bersabda: “Syafa’atku kelak bagi pelaku dosa besar dari kalangan umatku”. [HR
Abu Dawud dan Tirmidzi]
يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Wahai
Rasulullah, Siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atmu
pada hari kiamat?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Orang
yang paling bahagia dengan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang
yang mengucapkan laa Ilaaha Illallaah (tiada Ilah yang berhak disembah dengan
benar kecuali Allah) secara ikhlas dari dalam hatinya”.[HR Bukhari)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hadits di atas, seraya berkata: “Itulah
syafa’at yang akan diperoleh oleh orang yang bertauhid dengan izin Allah, dan
mustahil akan diterima oleh orang yang berbuat syirik kepada Allah SWT. Maka
hakikatnya, Allah-lah yang akan memuliakan hamba-hamba yang ikhlas (bertauhid),
mengampuni dosa-dosa mereka dengan perantara permohonan orang yang telah
diizinkan oleh Allah SWT untuk memberikan syafa’at. Sebagai bentuk pemuliaan
Allah dan pemberian kedudukan yang terpuji kepada mereka. Sedangkan syafa’at
yang ditolak oleh al Qur`an adalah yang disertai dengan perbuatan syirik
(syafa’at yang diyakini oleh kaum musyrikin). Oleh sebab itu, Allah SWT
menetapkan bahwa seluruh syafa’at harus dengan seizinNya, dan Nabi SAW
menetapkan pula bahwa syafa’at tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang
yang ikhlas dan bertauhid kepada Allah SWT.
2) TELAGA
Allah SWT menganugerahkan telaga [QS
al-Kautsar: 1] kepada Nabi SAW, yang tidak diberikan kepada para nabi selainnya.
Fungsi telaga adalah menjadi tempat minum orang-orang beriman di tengah
kehausan saat hisab di hari qiymat.
عن أبي
حازم قال: سمعت سهل بن سعد يقول:سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (أنا فرطكم على الحوض، من ورده شرب منه، ومن شرب منه لم يظمأ بعده
أبداً، ليردنَّ عليَّ أقوام أعرفهم ويعرفونني، ثم يحال بيني وبينهم). قال أبو
حازم: فسمعني النعمان بن أبي عياش وأنا أحدِّثهم هذا، فقال: هكذا سمعت سهلاً؟
فقلت: نعم، قال: وأنا أشهد على أبي سعيد الخدري لسمعته يزيد فيه قال: (إنهم مني،
فيقال: إنك لا تدري ما بدَّلوا بعدك، فأقول: سحقاً سحقاً لمن بدَّل بعدي).[ر:6212]
Sahl
bin sa’ad berkata, aku mendengar Nabi SAW berdabda: “Aku menantikan kalian di
telaga, barangsiapa yang mendatanginya maka ia akan meminumnya, dan barangsiapa
yang meminumnya maka ia tidak akan pernah haus lagi untuk selamanya. Sungguh
akan datang kepadaku golongan-golongan manusia yang mana meraka kenal aku, dan
akupun kenal mereka. Kemudian ada suatu penghalang antara aku dan mereka.
Kemudian Nabi berkata: “sesungguhnya mereka itu golonganku”, Kemudian dikatakan
kepada Nabi, “sesungguhnya engkau tidak mengetahui terhadap apa yang mereka
ubah setelahmu”, Kemudian Aku (Nabi) berkata: “celakalah..celaklah orang yang
telah mengubah (agama) sepeninggalku.” [HR Bukhari]
No comments:
Post a Comment