Allah swt selaku syari telah memutuskan dan menetapkan untuk memberikan keterangan-keterangan di sekitar masalah-masalah yang wajib diimani, antara lain yang terkandung dalam arkanul iman. allah telah menggariskan persoalan tersebut dengan jelas dan menuntut agar manusia mepercayainya. Iman yang dimaksud itu adalah I’tiqad dengan kebulatan hati dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya serta berlandaskan dalil dan alasan. I’tiqad semacam ini tentunya tidak dapat diperoleh dengan dalil-dalil sembarangan, melainkan dengan dalil-dalil yang pasti dan tanpa dicampuri keraguan.
Oleh karena itu para ulama sepakat untuk menetapkan aqidah berdasarkan tiga macam dalil, yaitu:
1. Dalil Aqli;
Dalil ini dapat diterima apabila hasil keputusannya dipandang masuk akal atau logis dan sesuai dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan adanya keyakinan dan dapat memastikan adanya iman yang dimaksudkan. Dengan menggunakan akal manusia merenungkan dirinya sendiri dan alam semesta, yang dengannya ia dapat melihat bahwa dibalik semua ituterdapat adanya Tuhan pencipta yang satu.
2.Dalil Naqli;
Dalil naqli yang tidak menimbulkan keyakinan dan tidak menciptkan keimanan sebagai yang dimaksud, dengan sendirinya dalil tersebut tidak dapat digunakan untuk menetapkan aqidah. Oleh karena itu Syaikh Mahmud Syaltut mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi oleh dalil naqli sehingga dalil tersebut dapat menanamkan keyakinan dan menetapkan aqidah:
a. Dalil naqli itu pasti kebenaranya. Ini artinya bahwa dalil itu harus dapat dipastikan benar-benar datang dari rasulullah tanpa ada keraguan sedikit pun. Dan yang demikian itu hanya dapat dijumpai pada dalil-dalil yang mutawatir.
b. Dalil naqli itu pasti dan tegas tujuanya. Ini artinya bahwa dalil naqli memilki makna yang tepat dan tegas. Ini hanya bisa terjadi bila dalil-dalil itu tidak memilki dua atau tiga pengertian sekaligus atau lebih.
3. Dalil Fitrah;
Dalil ini adalah hakekat yang mendasari kejadian manusia. Fitrah ini merupakan perasaan keagamaan yang ada dalam jiwa dan merupakan bisikan batin yang paling dalam. Dan kesucian ini akan tetap terpelihara manakala selalu membersihkan jiwanya dari tekanan kekuatan waham dan pengaruh nafsu. Bila manusia membiarkan fitrah dan nalurinya berbicara, maka dia akan mendapatkan dirinya berhadapan dengan kekuatan tertinggi di atas kekuatan manusia dan alam. Ia akan berdoa dalam suka maupun duka. Lebih-lebih di saat manusia berada dalam keputusasaan, diancam bahaya dan bencana. Di saat-saat seperti itulah dia menghadapkan diri secara ikhlas kepada tuhan-nya, melepaskan segala apa yang telah menyebabkan dia menghadapkan dirinya kepada selain Allah karena pengaruh imajinasi, kebodohan, hawa nafsu, atau pengaruh tuhan-tuhan palsu berupa manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda mati lainya.
No comments:
Post a Comment