Oleh:
Agus Miswanto, MA
Kenabian bukanlah suatu
tujuan yang dapat diraih dengan cara tertentu, sehingga bisa dicapai oleh orang
yang bersungguh-sungguh, juga bukanlah pangkat yang dapat ditempuh melalui
perjuangan. Tetapi ia adalah kedudukan yang tinggi dan pangkat istimewa yang
diberikan Allah karena karunia-Nya kepada siapa saja dari makhluk-Nya yang Dia
kehendaki. Maka Dia mempersiapkannya agar mampu memikulnya. Dia menjaganya dari
pengaruh setan dan memiliharanya dari kemusyrikan karena rahmat dan kasih
sayang-Nya semata, tanpa ada upaya yang ia kerahkan untuk mendapatkan dan untuk
mencapai derajat kenabian itu.
أُولَئِكَ
الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ مِنْ ذُرِّيَّةِ
ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِنْ ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ
وَإِسْرَائِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ
ءَايَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا`
“Mereka
itu adalah orang-orang yang telah diberi ni`mat oleh Allah, yaitu para nabi
dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan
dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri
petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha
Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS
Maryam: 58)
Stastus sebagai nabi dan
rasul tidak bisa diusahakan oleh siapapun. Kenabian diberikan oleh Allah kepada
manusia yang menjadi pilihannya. Sebelum mengangkat sesorang menjadi utusan dan
pembawa berita ketuhanan, Allah telah mempersiapkanya dan memberikan
karakter-karakter unik dan sifat-sifat mulia yang tidak sembarangan orang
menyandangnya. Keunikan tersebutlah yang membedakanya dengan manusia-manusia
lainya. Untuk memberikan penanda, bahwa Allah akan mengutus nabi atau rasul
tentu harus melihat informasi yang diberikan kitab-kitab suci sebelumnya.
Disamping hal tersebut, paling tidak ada dua penanda yang bersifat universal
yang bisa dijadikan rujukan akan datangnya utusan Allah AWT, yaitu:
1)
Syarat yang
bersifat Subyektif (Kondisi Internal)
Sebagaimana
manusia biasa lainya nabi dan rasul pun hidup seperti kebanyakan manusia yaitu
makan, minum, tidur, berjalan-jalan, kawin, punya anak, merasa senang, susah,
sakit, sehat, lemah, kuat dan sifat-sifat manusiawi lainya. Penegasan ini dapat
dilihat dalam beberapa ayat al-Qur’an sebagi berikut:
Karakter
ini ditegaskan dalam kitab suci, untuk mengingatkan kepada manusia bahwa para
nabi dan rasul itu adalah manusia pada umumnya yang membedakan mereka adalah
tugas kewahyukan yang diberikan tuhan kepada mereka (QS Al-Kahfi(18): 110).
Dalam konteks ayat di atas Allah swt sebenarnya mengingatkan kepada manusia,
bahwa mereka, para nabi dan rasul itu adalah manusia maka jangan sekali-kali
menjadikan mereka sebagai Tuhan atau sesembahan manusia, mereka itu hanya
sekedar utusan yang diutus oleh Allah kepada umat manusia.
Walaupun
demikian, seorang calon utusan itu harus memiliki keistimewaan-keistimewaan
dibandingkan dengan manusia lainnya, karena dia sendiri yang memang
dipersiapkan oleh Allah sebagai subyek teladan. Oleh karena itu seorang harus
memenuhi paling tidak tiga prasyarat pribadi yang istimewa, yaitu:
a) Al-Mitsaliyah (keteladanan) artinya sesorang
yang akan diangkat menjadi nabi haruslah memiliki kemanusiaan yang sempurna;
baik fisik, akal fikiran, maupun rohani.
b) Syaraf an-nasab (keturunan yang mulia) artinya
sesorang yang akan diangkat menjadi nabi haruslah berasal dari keturunan yang
mulia; terjauh dari segala bentuk kerendahan budi dan hal-hal lain yang
menjatuhkan martabat dan nilai-nilai kemanusianya.
c) Memiliki sifat-sifat yang terpuji yang menjadi
bagian dari pesona pribadinya, seperti:
1) As-Sidqu ( Jujur Dan Benar)
Artinya
selalu berkata benar dan jujur, tidak pernah berdusta dalam keadaan
bagaimanapun. Apa pun yang dikatakan oleh seorang rasul – baik berupa berita,
janji, ramalan masa depan dan lain-lain – selalu mengandung kebenaran. Mustahil
seorang rasul mempunyai sifat kazib atau pendusta, karena hal tersebut
menyebabkan tidak adanya orang yang akan membenarkan risalahnya. Sedangkan
orang biasa saja yang mempunyai sifat pendusta, tidak akan dipercaya orang,
apalagi rasul. Sifat sidik ini banyak disebtkan dalam al-Qur’an, yaitu:
قَالُوا يَاوَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ
مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ`
“Mereka
berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari
tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha
Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya).” (QS Yasin: 52)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ
كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا`
“Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al Kitab (Al Qur'an) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.” (QS Maryam: 41)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ
كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا`
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam
Al Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah
seorang rasul dan nabi.” (QS Maryam: 56)
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ
كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا`
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam
Al Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang
nabi.” (QS Maryam: 56)
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ
أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ`
“Dan
orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.” (QS az-Zumar: 33)
2) Al-Amanah (Dipercaya)
Artinya
seorang rasul selalu menjaga dan menunaikan amanah yang dipikulkan ke
pundaknya. Perbuatanya akan selalu sama dengan perkataanya. Dia akan selalu
menjaga amanah kapanpun dan dimanapun, baik dilihat dan diketahui oleh orang
lain maupun tidak. Oleh sebab itu mustahil seorang rasul berkhianat, melanggar
amanat atau tidak seia kata dan perbuatan. Seseorang yang memiliki sifat khianat
tidak pantas menjadi nabi, apalagi rasul.
3) At-Tabligh (Menyampaikan)
Artinya
seorang rasul akan menyampaikan apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt
untuk disampaikan. Tidak akan ada satu bujukan atau ancaman yang menyebabkan
dia menyembunyikan sebagaian dari wahyu yang wajib disampaikannya. Mustahil
seorang rasul menyembunyikan wahyu ilahi. Jika itu terjadi tentu
batal nubuwah dan risalahnya.
4) Al-Fathonah (Cerdas)
Artinya
seorang rasul memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, pikiran jernih, penuh
kearifan, dan kebijaksanaan. Dia akan mampu mengatasi persoalan yang paling
dilematis sekalipun tanpa harus meninggalkan kejujuran dan kebenaran.
5) As-Sabr (Sabar)
Allah
swt mengutus para rasul-Nya kepada manusia sebagai pemberi kabar gembira dan
pemberi peringatan, mengajak mereka untuk taat kepada Allah serta
memperingatkan agar tidak mendurhakaiNya. Ini adalah tugas berat dan sulit,
tidak semua orang mampu memikulnya, akan tetapi orang-orang pilihanlah yang
pantas dan mampuuntuk itu. Karenanya para rasul Allah menmui bermacam-macam
kesulitan dan ganggua, tetapi mereka tidak patah semangat karenanya, juga hal
itu tidak membuat mereka melangkah surut ke belakang.
Allah
telah mengisahkan kepada kita sebagian nabi-nabiNya, sekaligus berbagai rintangan
yang menghadangnya di jalan dakwaj, juga sikap sabar mereka untuk memenangkan
yang hak dan meninggikan kalimat Allah. Allah telah memerintahkan Nabi Muhammad
untuk bersabar, sebagai bentuk peneladanan kepada para ulul azmi. Allah
berfirman:
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ
الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ
لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ بَلَاغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا
الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ`
“Maka
bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari
rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa)
seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah)
suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang
fasik.” (QS Al-Ahqaf: 35)
Tentu
kita mendapat pelajaran dengan apa yang dikisahkan Allah tentang Nabi Nuh,
Ibrahim, Musa, dan Isa AS, dengan umatnya yang menentang dan mengganggu, namun
demikian mereka tetap bersabar, teguh, dan tegar sampai Allah menurunkan
putusan-Nya. Demikian pula dengan perjalanan hidup penutup para nabi, Nabi
Muhammad SAW, di dalamnya terdapat teladan agung dalam kesabaran dan ketabahan.
Kaumnya telah mendustakan, menghina, mengganggu dan mengisolirnya, tetapi
beliau bersabar menghadapinya sampai Allah memenagkan agama-Nya.
6) Al-‘Ishmah (Ma’sum, terpelihara)
Setiap
nabi dan rasul adalah ma’shum artinya terpelihara dari segala macam
dosa, baik yang kecil apalagi yang besar. Tetapi sebagai manusia biasa yang
juga tidak terbebas dari sifat lupa seorang nabi dan rasul bisa saja melakukan
kekhilafan, baik dalam mengambil keputusan ataupun prilaku. Akan tetapi
kekhilafan para nabi dan rasul segera mendapatkan koreksi dari Allah swt
sehingga dengan segera meraka memperbaiki kesalahannya tersebut.
Menurut
Sayid Sabiq bahwa kekhilafan dan kekeliruan ijtihad yang dilakukan oleh seorang
Nabi dan rasul bukanlah kemaksiatan dan kedurhakaan, karena kemaksiatan
mustahil dilakukan oleh seseorang yang dipilih oleh Allah swt untuk mengemban
tugas suci. Dengan demikian bahwa kekhilafan dan kekeliruan ijtihad yang
dilakukan oleh seorang nabi dan rasul tidaklah menghilangkan sifat
kema’sumanya, karena kekhilafan dan kekeliruan betapa pun kecilnya selalu
mendapat koreksi dari Allah swt, sehingga selain hal-hal yang dikoreksi itu
para rasul dan nabi selalu menjadi anutan dan teladan bagi umat manusia,
terutama pengikutnya.
2)
Syarat Yang
Bersifat Obyektif (Kondisi Eksternal)
a) Diramalkan (Dinubuatkan) Di Dalam Kitab-Kitab Suci Sebelumnya
Nubuat
atau ramalan kenabian ini merupakan indikasi yang bersifat obyektif adanya
informasi akan diutusnya seseorang oleh Allah swt. Hal ini dialami oleh
nabi-nabi terdahulu yang mereka sebelum diutus ke bumi sudah dinubuatkan dalam
kitab-kitab suci sebelumnya. Termasuk dalam hal ini adalah Nabi Isa yang banyak
diramalkan oleh Taurat, tetapi ramalan tersebut banyak diingkari oleh
orang-orang Yahudi. Demikian juga Nabi Muhammad saw yang banyak dinubuatkan
oleh Taurat dan juga injil, tetapi banyak pemuka-pemuka Taurat maupun Injil
yang membuta terhadap kenyataan ini. Ini dapat dijumpai dalam beberapa ayat
al-Qur’an berikut ini:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ
إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ
التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ
فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ`
“Dan
(ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku,
yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" Maka tatkala rasul
itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata:
"Ini adalah sihir yang nyata". (QS As-Shaf: 6). Lihat juga misalnya
QS al-Ahqaf: 10, As-Syuara: 197, al-A’raf: 157, Al-An’am: 20, dan al-Baqarah;
129.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ
أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا`
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar”. (QS al-Fath: 29)
b) Syariat (Ajaran) Agama Nabi Sebelumnya Sudah Banyak Terjadi Penyimpangan
Allah
banyak menyebutkan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap kitab suci
sebelumnya dalam beberapa ayat al-Qur’an:
أَفَتَطْمَعُونَ أَنْ يُؤْمِنُوا لَكُمْ وَقَدْ
كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِنْ
بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ`
“Apakah
kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka
memahaminya, sedang mereka mengetahui?”. (QS Al-Baqarah: 75)
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ
بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ
ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ
مِمَّا يَكْسِبُونَ`
“Maka
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan
mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud)
untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan
besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri,
dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS
al-Baqarah (2): 79
Di
antara bentuk pengubahan yang dilakukan ahli kitab adalah penisbatan anak
kepada Allah. Seperti yang dilakukan oleh Yahudi dengan mengatakan bahwa Ezra
(Uzair) adalah anak Allah (QS At-Taubah: 30). Begitu pula penuhanan orang-orang
Nasrani terhadap Nabi Isa AS serta perkataan mereka bahwa Allah adalah salah
satu oknum dari tiga unsure atau yang lebih dikenal dengan kepercayaan trinitas
(I Yohanes 5:7-8, Matius 28: 19, dan II Korintus 13:13).
Menurut
Irena Handono (mantan biarawati), bahwa konsep trinitas yang diyakini oleh
orang-orang nasrani di atas sebenarnya bertentangan dalam Bibel sendiri (I
Korintus 8: 6 dan kisah Para Rasul 7: 55). Dalam ayat ini, tergambar bahwa
Allah dan Yesus adalah dua pribadi yang berbeda. Kemudian setelah Paulus
meninggal dunia, keyakinan trinitas (Tuhan Bapa dan Tuhan anak) dikembangkan
oleh pemimpin-pemimpin Kristen (Apologet). Pada Konsili Nicea tahun 325 M
ditetapkan Yesus sebagai Tuhan, kemudian menyusul pada konsili Konstatin pada
tahun 381 M Roh Kudus ditetapkan sebagai Tuhan. Oleh karena itu, Allah swt
mengutuk perbuatan mereka itu sebagai kekafiran:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ
هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَابَنِي إِسْرَائِيلَ
اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ
حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ
مِنْ أَنْصَارٍ`لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ
وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا
يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ`
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al
Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun. Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di
antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS al-Maidah (5): 72-73)
c) Amil az-zaman (dibutuhkan zaman), karena sudah begitu parahnya kondisi sosial masyarakat.
Kehancuran
moral masyarakat sudah merajalela, sehingga kehadiran seorang nabi sangat
dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengisi kekosongan rohani, memperbaiki segala
kerusakan masyarakat, dan mengembalikan umat manusia kepada kehidupan yang
sesuai dengan fitrah penciptaanya.
No comments:
Post a Comment