Oleh:
Agus Miswanto, MA
A. Pengertian Mukjizat
Para Rasul
Kata
mukjizat berasal dari kata bahasa Arab yang berarti melemahkan, dari
kata ‘ajaza (lemah). Dalam aqidah Islam mukjizat dimaknakan sebagai
suatu peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung
kerasulan seorang rasul, sekaligus melamahkan lawan-lawan para rasul.
Pengertian
ini terkait dengan kehadiran seorang nabi atau rasul. Nabi dan rasul di dalam
menyampaikan ajarannya selalu mendapatkan tantangan dari masyarakatnya.
Misalnya, ajarannya dianggap obrolan bohong, bahkan dianggap sebagai tipu daya
(sihir). Lihat QS al-Anfal (8): 31, Shad (38): 1-4, al-Zukhruf (43): 30 dan
lain-lain. Untuk membuktikan kerasulan tersebut sekaligus membantah tuduhan
para penantangnya, lalu nabi diberi kelebihan (mukjizat) berupa peristiwa besar
yang luar biasa. Peristiwa inilah yang disebut dengan mukjizat.
B. Bentuk-bentuk Mukjizat Para Rasul
Melalui
tangan para nabi dan rasul telah terjadi mukjizat-mukjizat yang memaksa akal
sehat untuk tunduk dan mempercayai apa yang dibawa oleh para rasul, baik itu
karena diminta oleh kaumnya maupun tidak. Mukjizat-mukjizat tersebut tidak
lepas dari bentuk-bentuk berikut ini:
1) Ilmu,
seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang
akan terjadi, umpamanya pengabaran Nabi Isa As kepada kaumnya tentang apa yang
mereka makan dan apa yang mereka simpan di rumah-rumah mereka. Sebagaimana
pengabaran Nabi Muhammad Saw tentang fitnah-fitnah atau tanda-tanda hari kiamat
yang bakal terjadi, sebagaimana banyak dijelaskan dalam hadits-hadits.
2) Kemampuan
dan Kekuatan, seperti mengubah tongkat menjadi ular besar, yakni mukjizat Nabi
Musa AS yang diutus kepada Firaun dan kaumnya. Kemudian penyembuhan penyakit
kulit, buta, serta menghidupkan orang-orang yang sudah mati, yang kesemuanya
adalah mukjizat Nabi Isa AS. Juga terbelahnya bulan menjadi dua
yang merupakan salah satu tanda kebenaran rasulullah Muhammad SAW.
3) Kecukupan,
misalnya perlindungan bagi rasulullah dari orang-orang yang menginginkan
kejahatan kepadanya. Hal ini sering terjadi, ketika di Makah sewaktu malam
hijrah, ketika di dalam gua, lalu dalam perjalanan ke Madinah ketika bertemu
dengan Suraqah bin Malik, lalu di Madinah ketika orang-orang Yahudi ingin
menculiknya dan lain-lain. Contoh-contoh ini menunjukan bahwa Allah mencukupi
rasul-Nya dengan perlindungan, sehingga tidak membutuhkan lagi perlindungan
makhluk lain.
Dari
tiga jenis mukjizat para nabi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya bertujuan
untuk membenarkan kerasulan para rasul, dengan kemapuanya melebihi kemampuan
masyarakatnya. Masyarakatnya tidak berdaya (‘ajaza) menantang para rasul,
sehingga mereka menerima kebenaran ajaran yang dibawa para rasul.
Para nabi
memiliki mukjizat yang berbeda sesuai dengan kondisi masyaraktnya. Nabi Musa,
karena masyarakatnya sangat ahli dalam ilmu sihir, maka mukjizatnya ialah
kemampuan merubah tongkat menjadi ular besar, yang mampu menelan semua ular
yang dimunculkan para penyihir Fir’aun. Nabi Isa, karena masyarakatnya ahli di
bidang pengobatan, mukjizatnya ialah kemampuan menyembuhkan orang buta sehingga
mampu melihat kembali. Sedangkan nabi Muhammad, karena masyarakatnya ahli dalam
bidang sastra, maka mukjizatnya ialah al-qur’an, yang melebihi sastra Arab
gubahan para sastrawan yang dianggap tidak ada yang mampu menyaingi al-qur’an
ketika itu.
Bagaimana
canggihnya kemampuan sastrawan Arab, namun mereka tidak mampu (tidak berdaya)
menyamai al-Qur’an. Ketidakberdayaan itu digambarkan al-Qur’an dalam tiga
bentuk.
1) Tidak berdaya menyamainya secara keseluruhan.
“Katakanlah, bahwa sekiranya manusia-manusia dan jin berkumpul untuk membuat
sesuatu yang sama dengan al-qur’an ini, niscaya mereka tidak akan mampu membuat
yang serupa dengannya, kendatipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain” (QS al-isra (17): 88).
2) Ketidakberdayaan menyamainya
sepuluh surat seperti al-qur’an. “Bahkan mereka mengatakan :
“muhammad tidak membuat-buat al-qur’an itu”. Katakanlah: “bahwa (kalau
demikian) datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang
menyamainya dan panggilah orang-orang (yang kamu sanggup memanggilnya) selain
allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS hud (11): 13).
3) Ketidakberdayaan menyamai al-qur’an walau hanya
satu surat saja. “Dan sekiranya kalian meragukan apa-apa yang telah
kami turunkan kepada hamba kami, maka datangkanlah sebuah surat yang
sama dengannya dan ajaklah penolong-penolong selain allah, jika memang kamu
orang-orang yang benar” (QS al-baqarah (2): 23).
Khusus
mukjizat nabi Muhammad dalam bentuk al-Qur’an, dimaksudkan kecuali sebagai
penantang kemampuan sastrawan Arab, juga dimaksudkan agar mukjizatnya bersifat
lestari sesuai dengan posisi yang dibawanya (Islam) sebagai agama terakhir,
sehingga kemukjizatanya dapat disaksikan sampai saat ini. Hal ini berbeda
dengan mukjizat rasul sebelumnya dalam bentuk peristiwa (tongkat menjadi ular,
menyembuhkan orang buta) yang tidak bisa terulang lagi pada masa kini.
No comments:
Post a Comment